Holy Rafika Sayangkan Mahasiswa yang (masih) Lakukan Plagiasi

 (Kampus Terpadu UII, 28/07/2017) Kemajuan teknologi dan informasi yang tidak disertai dengan kemajuan berpikir membuat manusia terlalu merasa termanjakan, bahkan menjadi budak oleh kemajuan tersebut, berikut pesan yang disampaikan Holy Rafika. Rafika, salah satu dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya(FPSB) Universitas Islam Indonesia(UII) juga menyampaikan bahwa masih banyak orang yang tidak memanfaatkan teknologi dengan cara yang baik. Kemudahan teknologi ini tak sedikit digunakan oleh beberapa orang untuk berbuat “curang” dalam berbagai hal, salah satunya plagiasi. Plagiasi menurut Holy Rafika berarti pengetikan ulang tanpa disertai sumber. Terutama pada mahasiswa, yang menurut Rafika mayoritas dari mereka masih banyak menggunakan internet dalam pembuatan tugas paper, mengambil dari blog tanpa disertai sumber.

Kebanyakan yang melakukan plagiasi tidak menyangka bahwa Hoy Rafika membaca tugas mereka dengan seksama. Mereka mengatakan ‘ya udahlah kumpulin aja, Pak Holy gak baca’. Senada dengan Rafika, Rizki Farani (dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FPSB UII) mengatakan bahwa plagiasi adalah sesuatu hal yang harus dihindari karena tindakan tersebut tidak menghargai karya orang lain. Tindakan plagiasi ini biasanya terjadi pada mata kuliah kepenulisan. Padahal teknik kepenulisan digunakan sampai tugas skripsi, yaitu tugas akhir pada saat perkuliahan untuk menyandang gelar wisuda.

Hal tersebut membuktikan bahwa kematangan dalam hal kepenulisan harus dikuasai oleh mahasiswa. “Dari prespektif dunia pendidikan tidak jarang mahasiswa melakukan tindakan plagiasi dikarenakan faktor sengaja dan tidak sengaja. Dari kedua faktor tersebut faktor ketidaksengajaan peserta didik baru yang  tidak tahu aturan dalam memodifikasi karya orang lain menjadi acuan dalam pembuatan tulisan. Faktor yang kedua yaitu kesengajaan, kekurangan kosakata dan sumber yang digunakan dipaksa padukan dengan tulisan yang dibuat  mengakibatkan terindikasi tindakan plagiasi” tutur dosen Pendidikan Bahasa Inggris tersebut.

Menyikapi plagiasi yang kerap dilakukan mahasiswa, dosen Ilmu Komunikasi juga memiliki karakter sendiri, yakni dengan memposting karya-karya mahasiswanya. Hal ini bertujuan untuk memotivasi mahasiswa agar tidak melakukan plagiasi, karena karya yang terpilih akan diposting di akun media sosal LINE pribadinya. Karya-karya yang diposting tersebut tidak hanya karya yang dinilai plagiasi, namun juga karya yang patut diapresasi serta merupakan karya yang baik dan benar. Tentu saja hal tersebut menuai pro dan kontra di kalangan mahasiswa, tidak jarang jika mahasiswa yang bersangkutan mengomentari postingan Holy Rafika.

“Kalau pro, alasannya karena bisa memberikan efek jera bagi mahasiswanya biar ga ngelakuin plagiasi lagi. Pak Holy juga menerapkan transparansi informasi, dan itu baik menurutku. Kontra, alasannya karena mahasiswa tidak selalu benar dan dosen juga tidak selalu benar. Sama-sama harus introspeksi diri. Apakah dosen sudah memberikan materi yang cukup, apakah dosen sudah bisa memberikan pemahaman kepada mahasiswa terhadap materi yang bersangkutan, dan apakah mahasiswa menyukai mata kuliah tersebut. Karena kebanyakan mahasiswa itu karakternya berbeda. Ada yang dengan mudah menangkap materi dengan baik dan ada yang tidak. Tidak semua mahasiswa sama. Dan tidak semua mahasiswa yang pintar seperti dosennya. Maka dari itu, mungkin para dosen hendaknya mengganti cara penerapan belajar mengajar agar lebih mudah dicerna oleh mahasiswanya” tutur Anggita Rarasati salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi UII yang diwawancarai tanggapannya tentang postingan Holy.

“Plagiasi paling rendah adalah copas temen” tutur Holy Rafika.

Rafika menyatakan, plagiasi yang terparah adalah menjiplak karya mahasiswa lain. Sebenarnya, tutur Holy Rafika, akademik sudah menerapkan beberapa peraturan terkait plagiasi, yakni dengan memberikan nilai “F” dengan tegas pada mahasiswa yang terbukti melakukan plagiasi sehingga dia dinyatakan tidak lulus dan mengulang mata kuliah tersebut.

“Tapi ternyata nilai F tidak bikin jera” tambahnya.

Namun sepertinya, langkah ini tidak membuat mahasiswa jera, karena terbukti masih banyaknya praktek plagiasi dikalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa UII. Holy berkata, jika masalah plagiasi sendiri bukan hanya masalah mahasiswa, namun juga masalah semua yang terlibat dalam komponen akademik. Yang terpenting, Holy menambahkan, jika mahasiswa jangan hanya bisa ikut-ikutan dan tidak percaya diri pada perkerjaan sendiri.

“Jangan manut yang banyak” pungkasnya. (Dinda, Karel, Merlina, Zahro)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *