Letters to a Young Muslim

Judul Letters to a Young Muslim
Penulis Omar Saif Ghobash
Terbit January 2017
Penerbit Pan Macmillan
Jumlah Halaman 272

 

Mari bayangkan bahwa kita seorang ayah yang mempunyai anak. Lantas, mari kita tambah lagi bahwa kita sebagai seorang ayah mempunyai tanggungjawab terhadap anak-anak kita. Lantas, mari kita tambah lagi bahwa kita adalah muslim. Lantas, kita tambah lagi bahwa kita sebagai ayah mempunyai tanggungjawab terhadap generasi anak-anak muslim.

 

 

Namanya adalah Omar Saif Ghobash, seorang diplomat UAE untuk Russia. Ayahnya merupakan menteri luar negeri pertama UAE. Ia dilahirkan dari rahim Ibu yang berdarah Russia. Ghobash kecil bersekolah di sekolah berbahasa Inggris (English-school) yang membuatnya tumbuh dan berkembang di dunia yang kosmopolitan. Percampuran darah Arab dari ayahnya dan Russia dari Ibunya membuatnya sering merasa “out of place”, ia bahkan hampir-hampir tidak fasih berbahasa Arab. Mari bayangkan, seorang anak lahir di Timur Tengah, mempunyai Ibu asli Russia dan Ayah asli Arab tetapi, ia tidak lancar berbahasa Arab, tidak juga merasa bahwa ia seorang Russian, sejak kecil ia kena exposure dunia barat lewat bahasa Inggris serta lingkungan sekolahnya.

Persinggungan identitas serta gejolak diri tersebut terlukis jelas dalam buku ini. Ia tidak serta merta merasa sentimental dengan hal tersebut, pada beberapa paragraf, aku beruntung membaca buku ini. Ia, sebagai author, tidak memaksakan nilai-nilai yang ia anut dalam buku ini. Mungkin, andai ada buku tentang “Islam”, buku ini harus masuk dalam daftar bacaan wajib yang harus dibaca oleh anak-anak muda dimanapun berada.

Kita, sebagai muslim, mempunyai tanggungjawab moral yang teramat besar dalam menghadapi dunia modern ini. Ghobash menuntut kita untuk berpikir dan mengonfrontasi semua hal yang kita terima apa adanya. Terlampau banyak konsepsi tentang bagaimana kita didunia harus menjalani kehidupan, bagaimana harus berinteraksi dengan orang lain, bagaimana harus menghadapi masalah yang selalu ada dalam setiap persimpangan kehidupan. Ia menguraikan hal tersebut dalam kapasitasnya sebagai muslim, sebagai diplomat untuk Russia, dan sebagai seorang Ayah.

Ghobash lahir tahun 1971, lantas tak berselang berapa lama, ayahnya dibunuh dengan keji tepat 6 hari setelah hari kelahirannya pada 25 Oktober 1977. Ia, Omar Saif, berusia 6 tahun. Tahun 1977 merupakan tahun yang teramat sakral baginya. Memorinya tidak membiarkannya terhapus tanpa catatan.

 

Buku ini merupakan narasi kecil dari seorang Ayah kepada anak-anaknya. Ghobash mampu menghadirkan sosok Ayah yang mampu menciptakan imajinasi bahwa dunia di masa yang akan datang merupakan tempat yang mampu kita nikmati. Ia menghadirkan optimisme serta tantangan tersendiri bagi kita yang mempunyai identitas sebagai anak muda muslim. Mungkin dalam buku ini, ia secara spesifik menghadirkan tulisannya untuk anaknya, tapi esensi buku ini jauh melampaui batas-batas tersebut.

Aku mengambil banyak hikmah ketika membaca buku ini. Hal yang tidak terduga adalah tentang seorang wanita, ibu untuk anak-anak nanti. Ibunya Ghobash Saif mempunyai tekad dan kesabaran membesarkannya seorang diri setelah ditinggal suaminya tahun 1977. Ketika usianya 15 tahun, ia berdiskusi dengan Omar Saif tentang melanjutkan pendidikan ke Inggris. Membayangkan seorang Ibu yang mampu membesarkan seorang anak seorang diri selalu menghadirkan rasa kagum. Omar Saif beruntung mempunyai seorang Ibu yang hebat. Perempuan hebat.

Semoga nanti, ketika menjadi orang tua, menjadi seorang Ayah, kita bisa memetik hikmah dari pelajaran yang dihadirkan Omar Saif bagi anaknya, bagi generasi muslim masa yang akan datang. Buku ini merepresentasikan apa itu menjadi menjadi seorang Ayah. Semoga kita mampu untuk menjadi Ayah bagi anak-anak kita kelak. Menjadi Ayah merupakan tantangan tersendiri, tidak sekedar tentang membuat anak.

Ada anekdot bahwa laki-laki zaman sekarang cuman jago bikin anak, tapi ga jago jadi bapak.

 

Semoga generasi muslim yang akan datang mampu untuk mencerna serta melakukan perbaikan dan menjadikan dunia ini menjadi tempat bertumbuh yang peaceful, prosperous, and interesting.

Terakhir, hari ini 17 Juni merupakan Hari Ayah Internasional. Happy Fathers Day.

*ditulis untuk memperingati Hari Ayah Internasional yang jatuh pada 17 Juni 2018. (Jazman Arrafiq Mountashir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *