Mahasiswa Tua

Saya sudah semester tujuh, tapi masih ngambil mata kuliah. Sedangkan temen-temen saya sudah banyak yang tutup teori. Bagi saya, nggak papa deh. Saya juga nggak terlalu pengen lulus kecepetan. Ya standar-standar aja lah, empat tahun gitu. Soalnya saya kan mahasiswa biasa aja, standar. Bukan mahasiswa yang keren kaya mas-mas itu.

Tadi pagi, setelah kuliah statistika sekelas sama dedek-dedek emesh, saya langsung keluar kelas. Soalnya saya lapar, niatnya sih saya mau ke kantin, makan sop ayam mas Hendri, kantin Nazala. Tapi, belum sampai kantin, saya ngeliat seseorang (yang sepertinya saya kenal) dari jauh. Sumpah dah, dia rapi banget. Pake celana item, kemeja dimasukin, rapi banget dah. Karena saya kangen banget sama dia, udah ga pernah ketemu di kampus, dia udah tutup teori. Saya putuskan untuk duduk sebelah dia, ngobrol. “woy mahasiswa tuo, ngopo kue neng kampus,” tanya saya sambil tertawa. “hahaha, kangen aku karo kowe,” kata dia sambil ketawa. Maklum, dua mahasiswa tua kalau ketemu ya kaya gini.

Terus, saya ngobrol sama dia. Dia nanya saya lagi sibuk apa. Trus saya bilang kalau kerjaan saya setiap hari ya tidur-tiduran di kantor persma. Nggak disangka-sangka dia langsung bilang kalau dia suka banget sama persma yang saya ikutin sekarang ini. Katanya, dia suka baca-baca tulisan di web kita. “Opo meneh tulisan seng Surat Cinta untuk Menwa kui, seneng banget aku. Asyik banget,” kata dia sambil ketawa-tawa. Kata dia, dia setuju sama argumen-argumen si penulis itu. Dia bilang kalau kekhawatiran terhadap komunisme di Indonesia ini sudah nggak perlu lagi. “Wes tho rausah khawatir. Komunisme ki wes rausah dikhawatirke meneh, soale urip e awakdewe ki wes serba kapitalis.” Komunisme itu sudah tidak usah dikhawatirkan lagi kata dia. Soalnya, negara ini itu semuanya sudah serba kapitalis. Dia juga bilang kalau pemikiran-pemikiran ‘kiri’ itu udah nggak usah dirisaukan lagi. Saya jadi mikir, ternyata iya juga ya. Sekarang ini, kalau kita ‘kiri’ sedikit dibilang komunis. Kiri dikit dikatain ini lah itu lah atau apa lah. Sudahlah, kita ini sudah terjerat di jaring-jaring kapitalisme. Ya walaupun kita menganut paham Pancasila, tapi perilaku negara ini sudah kapitalis. Kapitalis, komunis, ataupun ideologi negara ini sudah abu-abu, tidak hitam putih. Jadi, aduh saya jadi bingung.

Lalu, saya dan teman saya itu juga bahas soal kekerasan budaya yang terjadi pasca tahun 65 itu. Dia juga bilang kalau itu kejadian mengerikan yang pernah terjadi sepanjang sejarah Indonesia. “Sekarang ini yang terpenting adalah rekonsiliasi dab,” kata saya. Dia angguk-angguk setuju. Trus, daripada bahas hal ini berkepanjangan, saya memotong pembicaraan. Saya nanya ke dia, sedang apa dia di depan kelas, pakaian rapi sepatu klemis. Trus dia ketawa lagi. Ini orang emang suka ketawa, maklum aja. Katanya, dia lagi bantuin penelitian salah satu dosen yang sedang menempuh S3 di China. Dia lagi bantuin bapak dosen ini ambil data ke mahasiswa baru.

Jarang-jarang saya ketemu orang kaya gini. Walaupun udah mahasiswa tua, dia masih aja aktif penelitian. Masih sering bantu-bantu dosen. Menurut saya, dia itu mahasiswa yang idealis. Niat dia belajar ya murni karena belajar. Soalnya saya nggak pernah denger dia ngeluh soal nilai. Tapi yang saya tau, dia itu selalu semangat belajar. Walaupun kadang suka main mobile legend kalau lagi kelas. Soalnya dia mau push rank.

Nah, adek-adek mahasiswa baru harus meneladani mas ini nih. Dia itu, dulunya udah pernah kuliah di sebuah universitas besar di Jogja, tepatnya di daerah jakal. Tapi, dia rela tinggalin kuliahnya yang udah semester sekian itu untuk ngejar passion nya. Gila nggak? Gila banget. Padahal dikit lagi dia jadi pak Dokter. Sedangkan masih banyak diantara kita yang masih bingung sama passion kita. Nggak banget deh. Tapi namanya juga hudup ya, gimana lagi.

Nah adek-adek perlu meneladani mas ini, bahwa yang namanya mencari ilmu itu bukan sekedar untuk mencari pekerjaan. Mencari ilmu kalau kata nabi itu, minal mahdi ila lahdi, dari ayunan hingga liang lahat. Cari ilmu itu jangan pragmatis, kayak mas ini. Kalau kata Kyai saya dulu, tuntutlah ilmu dulu dengan ikhlas, duniawi akan mengikuti. Jadi begitu ya adek-adek, jangan menggeneralisasi kalau mahasiswa tua itu nggak bener. Ya walaupun banyak sih mahasiswa tua itu kalau ngulang mata kuliah, waktu kerja kelompoknya nggak bener. Tapi adek-adek harus inget kalau masih ada mahasiswa tua yang kayak mas ini. (Mirza)

 

Ilustrasi foto oleh: Satya

One thought on “Mahasiswa Tua

  • Oktober 13, 2017 pada 3:43 am
    Permalink

    Bagus mas tulisannya, tapi ada beberapa bagian yang sepertinya bertele-tele dalam pendeskripsian yang jika beberapa bagian itu dihilangkan tetap tidak akan menghilangkan esensi juga. So far, maksudnya dapet kok. Terima kasih atas pencerahannya!

    Balas

Tinggalkan Balasan ke Maudy Ayunda Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *