Oleh: Alia Al Hasna
Kota Yogyakarta adalah gudangnya penampilan kesenian. Setiap tahun, Kota Yogyakarta padat dengan jadwal acara kesenian. Salah satunya adalah Pawai Alegoris yang telah rutin diadakan sejak tahun 2021. Menurut KBBI, kata alegoris merupakan kata sifat kiasan (perlambangan, ibarat). Pawai alegoris menggambarkan sekumpulan orang berjalan memanjang dan dipertontonkan masyarakat umum. Biasanya peserta pawai alegoris memakai kostum dan membawa properti yang mengkiaskan sesuatu sesuai temanya.
Sabtu sore (8/6) adalah waktu diselenggarakannya Pawai Alegoris Harmoni Jogja. Pawai ini berlokasi di Jalan Mondorakan-Jalan Kemasan, Kecamatan Kotagede, dengan panggung pagelaran tepat di pelataran Pasar Legi Kotagede. Meskipun memiliki kesamaan lokasi dengan tahun lalu, Pawai Alegoris tahun ini membawakan tema yang berbeda, yakni Harmony in Old Mataram. Pawai Alegoris tahun ini terdiri dari sepuluh kelompok tari. Masing-masing kelompoknya bernama situs bersejarah yang terletak di Kotagede, peninggalan peradaban Kerajaan Mataram Islam.
Pembukaan acara ini diawali dengan sambutan Menteri Kemenparekraf, Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A., melalui tayangan video yang disiarkan di layar. Beliau memberikan apresiasi kepada pemerintah Kota Yogyakarta karena telah mendukung pelaksanaan Pawai Alegoris.
Pj. Wali Kota Yogyakarta, Ir. Sugeng Purwanto, M. M. A, turut menghadiri acara ini. Beliau mengatakan Pawai Alegoris 2024 ini merupakan wujud nyata dan komitmen berbagai pihak, termasuk masyarakat yang terus mempromosikan dan mengembangkan industri pariwisata serta ekonomi kreatif di Kota Yogyakarta.
“Mengambil visi gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X tahun 2025, sangat diharapkan Kota Yogyakarta menjadi pusat budaya pendidikan dan pariwisata yang terkemuka di Asia Tenggara,” ujarnya.
Sesuai urutan, pertunjukan dimulai dari kelompok situs Manuk Beri, situs Padas Temanten, situs Watu Gatheng, situs Watu Gilang, situs Beteng Cepuri. Dilanjutkan situs Nogobondo, situs Beteng Peleman, situs Retno Dumilah, situs Sendang Selira, dan yang terakhir situs Watu Gajah. Tarian sepuluh kelompok ini membawakan kisah sejarah masing-masing.
Contohnya, kelompok situs Manuk Beri menggambarkan kisah tentang hikayat pasiraman Manuk Beri. Situs ini merupakan kolam bekas pemandian pada zaman Sultan Hamengkubuwono II yang terletak di Kelurahan Rejowinangun, Kecamatan Kotagede. Sesuai namanya, pemandian ini ditandai dengan relief burung yang ciri fisiknya mirip seperti burung Merak. Di sisi lain kolam ini terdapat juga relief seorang wanita.
Kami berkesempatan menemui salah satu penari yang telah tampil yakni Harin Sumonah, seniman Jogja berasal dari sanggar tari bernama Ettecantropus di Kadipaten Kidul, Kraton. Pada acara ini, beliau memerankan kanjeng ratu Nyi Roro Kidul untuk penampilan pembuka. Beliau membeberkan kisah tarian yang dibawakan kelompoknya tentang Panembahan Senopati membabat alas Mentaok yang menjadi cikal bakal kerajaan Mataram.
Beliau juga mengatakan bahwa persiapan yang dilakukannya selama ini tidak mencapai satu bulan, sekitar dua hingga tiga minggu. Sebab, banyak penari pendukung di kelompoknya yang masih berkegiatan aktif di sekolah, seperti ujian sekolah dan Asesmen Standardisasi Pendidikan Daerah (ASPD). Setelah acara ini selesai, dirinya akan mempersiapkan latihan untuk penampilan di Jogja Historical Orchestra pada Juli mendatang.
Harin Sumonah berharap agar eksistensi tari menari tidak hanya sebagai seni pertunjukan tari gerak.
“Namun, bisa menjadi sarana pengetahuan sejarah ke generasi-generasi sekarang. Karena ketika anak didongengkan, mungkin akan merasa bosan. Sebaliknya jika anak dipertontonkan dengan sebuah pertunjukan, saya yakin dia akan lebih paham dan lebih tertarik,” tuturnya.
Menari bersama penonton merupakan kegiatan penutup di saat matahari mulai tenggelam. Penonton satu per satu mulai menarik diri dari kerumunan. Melalui tema Harmony in Old Mataram, acara ini menjadi bukti inisiatif masyarakat dalam melanggengkan budaya warisan Mataram Islam.
Penyunting: Aufa Niamillah
Grafis: Ghani Syaidina Hamka