Kilas Balik Sumpah Pemuda: Kongres, Pluralitas, dan Larangan

Oleh: Haidhar F. Wardoyo

Setiap tanggal 28 Oktober, kita sebagai bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda bersama-sama. Peringatan ini bermula pada 94 tahun silam, saat pemuda Indonesia berkumpul dalam Kongres Pemuda II. Berangkat dari gagasan Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) atau organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh indonesia, Kongres Pemuda II kemudian dapat terlaksana pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia—sekarang Jakarta.

Kongres yang dihadiri sekitar 700 orang tersebut terbagi dalam tiga rapat dan berlangsung di tiga tempat. Mulai dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Katholieke Jongelingen Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi turut menghadiri kongres tersebut. Kongres ini sendiri memiliki beberapa tujuan, yakni melahirkan cita-cita perkumpulan pemuda Indonesia, membicarakan masalah pergerakan pemuda Indonesia, serta memperkuat kesadaran kebangsaan dan memperteguh persatuan.

Rapat pertama pada 27 Oktober 1928 diselenggarakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Pemimpin kongres Soegondo Djojopoespito dari PPPI membuka acara dengan sambutan yang berisi harapan agar kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Muhammad Yamin kemudian melanjutkan dengan uraian tentang lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat selanjutnya pada 28 Oktober 1928 diselenggarakan di dua tempat. Rapat kedua di Gedung Oost-Java Bioscoop membahas mengenai masalah pendidikan. Sementara rapat ketiga di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat membahas mengenai nasionalisme dan demokrasi. Sebelum kongres ditutup, lagu kemerdekaan Indonesia karya Wage Rudolf Supratman diperdengarkan tanpa syair. Selanjutnya, kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres.

Keberagaman Kongres Pemuda II

Sejatinya ada begitu banyak hal yang menarik dalam Kongres Pemuda II, khususnya dalam konteks keberagaman. Namun, hal tersebut tidak banyak diketahui oleh khalayak luas, seperti misal eksistensi pemudi atau perempuan, orang Tionghoa, dan perwakilan dari Papua. Melansir dari Historia, ada 10 perempuan yang hadir dalam Kongres Pemuda II, tetapi hanya ada 7 perempuan yang datanya bisa ditelusuri.

Poernomowoelan adalah salah satu perempuan yang menjadi pembicara utama dalam kongres dengan pembahasan mengenai pendidikan. Selain Poernomowoelan, ada juga enam perempuan lain, yakni Siti Sundari, Emma Poeradiredja, Suwarni Pringgodigdo, Johanna Masdani Tumbuan, Dien Pantouw, dan Nona Tumbel. Para perempuan yang hadir pun merupakan aktivis pergerakan, seperti misal Poernomowoelan yang aktif di Jong Java, Siti Sundari di Majalah Wanita Sworo, Emma Poeradiredja yang mendirikan Istri Pasundan, dan Suwarni Pringgodigdo yang mendirikan Istri Sedar. Kehadiran perempuan dalam kongres Pemuda II turut memunculkan inisiatif untuk menyelenggarakan Kongres Perempuan. Alhasil, dua bulan setelahnya Kongres Perempuan diselenggarakan di Yogyakarta dengan pembahasan mengenai masalah, hak, dan pergerakan perempuan. 

Pluralitas dalam Kongres Pemuda II dapat dilihat dari eksistensi orang Tionghoa yang membantu jalannya kongres dan kehadiran perwakilan pemuda Papua. Sebut saja Kwee Thiam Hong dari Jong Sumatranen Bond yang turut menghadiri kongres bersama tiga temannya, yakni John Liauw Tjoan-hok, Oei Kay-siang, dan Tjio Dinkwie. Selain itu, ada juga Sie Kong Lian yang sejak 1925, rumahnya digunakan sebagai indekos bagi para pemuda pergerakan. Kemudian, ada Abner Poreu Ohe, Aitai Karubaba dan Orpa Pallo yang berangkat dari Papua turut hadir dalam kongres tersebut.

Penggunaan Bahasa Belanda dan Larangan Penggunaan Kata Merdeka 

Selama jalannya kongres, ada dua hal yang menjadi perhatian para peserta yang datang. Mulai dari dominasi penggunaan Bahasa Belanda selama jalannya kongres, sampai larangan untuk menyebut atau menggunakan kata ‘merdeka’. Saat itu, Kongres Pemuda II tidak hanya dihadiri oleh pemuda dari berbagai macam daerah saja, tetapi juga dijaga dan diawasi ketat oleh Kepolisian Hindia Belanda.

Bahkan, Kongres Pemuda II ini nyaris batal mengingat Pemerintah Hindia Belanda yang sempat kecolongan atas hasil dari Kongres Pemuda I beberapa tahun sebelumnya. Melalui perdebatan intens oleh salah satu pemuda, yaitu Sunario Sastrowardoyo, Kongres Pemuda II pada akhirnya mendapatkan izin dengan beberapa syarat yang diberikan oleh Kepolisian Hindia Belanda. Syarat tersebut di antaranya adalah tidak boleh ada pawai pandu, larangan bagi para pemuda di bawah umur 18 tahun untuk menghadiri kongres, larangan untuk mengecam kebijakan Pemerintah Hindia Belanda, dan larangan menghasut untuk melawan kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda.

Maka dari itu, Sugondo selaku pemimpin kongres melarang penggunaan kata ‘merdeka’ atas pertimbangan tersebut. Hal ini juga berkaitan langsung dengan lagu kemerdekaan Indonesia karya W.R Supratman yang diperdengarkan tanpa syair. Sebab, kata ‘merdeka’ banyak disebut dalam naskah syair lagu kemerdekaan Indonesia—sekarang berjudul Indonesia Raya—sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya pembubaran kongres oleh Kepolisian Hindia Belanda.

Pengumuman hasil kongres—kemudian disebut sebagai Sumpah Pemuda—menjadi agenda yang menutup Kongres Pemuda II. Kongres ini secara nyata menjadi motor perubahan dan pergerakan dalam sejarah panjang kemerdekaan bangsa Indonesia. Melalui nilai-nilai yang menjunjung tinggi persatuan bangsa dan perwujudan Bhinneka Tunggal Ika, Sumpah Pemuda hadir sebagai salah satu tonggak yang menjadi awal dari kesadaran kebangsaan dan perjuangan meraih kemerdekaan.

Isi teks Sumpah Pemuda:

PERTAMA

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,

MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE,

TANAH INDONESIA.

KEDOEA

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,

MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE,

BANGSA INDONESIA.

KETIGA

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,

MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN,

BAHASA INDONESIA.

 

Daftar Pustaka

Hanggoro, H. T. (2019, 29 Oktober). Pemuda Peranakan Tionghoa asal Palembang di Kongres Pemuda. Historia. Diambil 25 Oktober, 2022, dari https://historia.id/politik/articles/pemuda-peranakan-tionghoa-asal-palembang-di-kongres-pemuda-vZXRO/page/1 

Janti, N. (2022, 17 Januari). Perempuan dalam Kongres Pemuda. Historia. Diambil 26 Oktober, 2022, dari https://historia.id/politik/articles/perempuan-dalam-kongres-pemuda-6l7R1/page/2 

Prasetyowati, N. D. (2019, 24 Oktober). Larang Kata Merdeka hingga Masih Berbahasa Belanda, Berikut 5 Fakta Sejarah Sumpah Pemuda yang Diperingati Tiap 28 Oktober. Grid.ID. Diambil 27 Oktober, 2022, dari https://www.grid.id/read/041896172/larang-kata-merdeka-hingga-masih-berbahasa-belanda-berikut-5-fakta-sejarah-sumpah-pemuda-yang-diperingati-tiap-28-oktober?page=all 

Santoso, I. (2020, 28 Oktober). Peran Sie Kong Lian dan Pemuda Papua dalam Sumpah Pemuda. Tutur Visual – Kompas.id. Diambil 27 Oktober, 2022, dari https://interaktif.kompas.id/baca/peran-sie-kong-lian-dan-pemuda-papua-dalam-sumpah-pemuda/ 

Sitompul, M. (2017, 28 Oktober). Indonesia Raya Mengancam Belanda. Historia. Diambil 26 Oktober, 2022, dari https://historia.id/politik/articles/indonesia-raya-mengancam-belanda-DWV21/page/1 

editor : Aurelia Twinka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *