INSECURITY : SEBUAH ARUS MASA KINI

Oleh Fadhlina A. Bennaradicta

Wahai teman-teman yang budiman pernahkah kalian merasa resah melihat teman seumuran kalian yang dulu biasa ‘main gundu’ bersama tetiba mengirimkan undangan resepsi? Atau pernah tidak merasa menjadi orang paling buruk rupa di dunia karena punya dagu lapis dua? Jika iya, berarti kalian telah terjangkit sebuah kondisi yang oleh para milenial sering disebut dengan ‘insecure.’

Insecure memiliki kaitan erat dengan kondisi mental individu, tetapi pada dasarnya kata ini bukan istilah formal dari gangguan psikologis. Kondisi yang sama dalam ilmu psikologi dikenal dengan istilah inferioritas dikenalkan oleh paman Alfred Adler sebagai kondisi dimana; seseorang mempersepsikan kekurangannya secara subjektif sehingga muncul perasaan-perasaan tertentu. Boleh kita singkat dengan kata rendah diri. Insecure sendiri secara harfiah berarti tidak aman. Apanya  yang tidak aman? Apapun.

Penyebab ketidakamanan ini hadir ketika seseorang menyadari ada yang kurang atas dirinya, secara logis maupun khayal, secara zahir maupun batin. Jika tubuhmu secara hitunngan angka sudah ideal, namun ketika lebaran bertemu teman ibumu dan dia berkata klise “eh kamu gemukan ya?” bisa jadi kamu akan merasa obesitas tiba-tiba. Berbagai standar sosial menjadi tolok ukur kesempurnaan kerap mencekik erat dan mengejar dengan beringas.

Selain itu curahan hati mengenai insecure jamak dibicarakan terlebih di media sosial seperti Twitter dan Instagram. Seakan saling beradu nasib dan pamer derita, banyak yang mencoba memberitahu dunia betapa mereka terasing dan sengsara. Entah berdasar pada penilaian dengan kriteria apa, tetapi menganggap diri insecure sekarang menjadi sebuah tren, sehingga insecure menjadi hal yang lumrah, bahkan sepertinya kalau tidak insecure kita seakan ketinggalan zaman.

Pada dasarnya merasa insecure itu wajar saja. Sebagai makhluk sosial, setiap hari kita berinteraksi pada dunia dengan segala standarisasinya. Tetapi apakah kemudian bisa kita anggap sebagai sesuatu yang diperlukan?

Perlu, jika membuatmu bangkit menjadi sebaik-baiknya versimu  dan justru meningkatkan self-love. Namun jika insecure justru membuatmu merana dan menyalahkan ‘semesta’ maka insecure-mu sia-sia. Sehingga berhentilah menganggap insecure itu keren.

Manusia dan kekurangannya bagai mawar berduri. Saling melengkapi satu sama lain, tidak mungkin tangkai mawar dari lahir semulus pantat bayi. Wajar dan normal jika manusia punya kekurangan. Hal ini menjadi masalah ketika dipermasalahkan. Kadang kita lupa satu poin penting, bahwa kita diberi kemampuan untuk memilih.

Memilih antara menjadi insecure saja dan menderita, atau lepaskan beban keparat itu dan terus saja melangkah maju. Jadilah yang terbaik dengan nilaimu sendiri.  Toh pada hakikatnya setiap manusia punya jalan unik yang berbeda-beda, mengapa harus memaksakan diri untuk diterima? Kamu tidak harus mengikuti arus yang bisa membuatmu tenggelam.  Ingatlah sayangku, yang paling wajib menerima apa adanya dirimu adalah dirimu sendiri.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *