Waspada Kesehatan Mata Selama PJJ

Oleh Lulu Yahdini

Penggunaan gawai saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mulai melebihi batas normal. Nurul Aziza salah satu mahasiswa jurusan Komunikasi mendaku bahwa  PJJ banyak menyita waktunya untuk menatap layar yang menyebabkan mata pegal dan pandangan menjadi tidak fokus juga otot mata menjadi tegang.

“Apalagi kalo udah keseringan banget natap layar, pandangan tu jd ngga fokus. Soalnya kan layar mah bidangnya kecil ya, jadi pas jalan atau berkendara yang mengharuskan mata buat bidang fokusnya luas tu agak susah fokusnya.” tutur Nurul (3/11)

Setali tiga uang dengan Nurul, Ibrahim juga turut mengeluhkan waktunya yang tersita untuk menatap layar selama PJJ. Biasanya ia menghabiskan lima hingga tujuh jam untuk menatap layar dan terkadang lebih dari itu. Keluhan yang tentunya pernah dirasakan hampir seluruh mahasiswa karena tujuh hari dalam sepekan terpaksa menatap layar entah itu untuk kuliah daring dengan gawai atau melihat materi berbentuk video. Durasi yang diperlukan dalam sekali pertemuan mata kuliah pun cukup lama.

Pembelajaran Jarak Jauh sendiri terdiri dari dua metode yaitu sinkron dan asinkron. Jika dilihat dari metode nya sinkron lebih banyak menggunakan gawai karena harus berhadapan langsung dan menyita waktu lebih dari 60 menit untuk satu mata kuliah. Sedangkan asinkron yang terlihat fleksibel dan tidak secara langsung menatap gawai dinilai efektif untuk Pembelajaran Jarak Jauh.

Namun, realitanya kuliah dengan metode asinkron sangat menyita waktu di depan layar digital karena tugas-tugas atau materi yang diberikan secara asinkron jauh lebih banyak dari sinkron. Menurut Nurul dan Ibrahim mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merampungkan kuliah asinkron, mereka juga merasa lebih nyaman melakukan kuliah sinkron.

Tak hanya mahasiswa, Holy Rafika selaku dosen juga berpendapat bahwa sering kali mengalami pusing pada kepala ketika melakukan zoom meeting. Akhirnya beliau mencoba untuk menggunakan kacamata anti radiasi untuk mengurangi rasa pusing. Menurut Holy ada pembelajaran sinkron maupun asinkron tergantung pada materi yang dibahas.

“Ada materi yang kudunya sinkron, tapi ada juga materi yang cukup dengan asinkron” ujar Holy (8/11)

Lantas bagaimana meminimalisir hal tersebut?

Menanggapi situasi yang dialami mahasiswa dan dosen,dari sisi medis kondisi ini dikenal dengan Computer Vision Syndrome (CVC) yang sudah sangat menjadi hal umum, dimana seseorang terlalu sering melihat gadget secara berlebihan dalam sehari. Seseorang yang mengalami hal ini biasa melihat komputer dengan jarak yang sangat dekat dan dalam waktu lebih dari tiga jam. Saat melakukan aktivitas menggunakan gadget sering sekali kita lupa untuk berkedip. Menurut Banu Aji selaku dokter spesialis mata menjelaskan bahwa blink rate atau tingkat jumlah normal kedipan manusia tanpa melihat gadget kurang lebih 16 sampai 20 kali per menit.

Sebaliknya ketika saat seseorang melihat gadget jumlah kedipan mata hanya sebanyak enam sampai delapan kali per menit, hal itu menyebabkan terjadi nya mata kering atau biasa dikenal dengan istilah dry ice  tersebut bisa menjadi salah satu gejala dari computer vision syndrome itu sendiri. Gejala dari hal tersebut tidak berasal dari dalam mata saja, ada juga yang tidak terkait dengan mata dengan kata lain bisa dari bagian kepala,leher hingga tulang belakang. Selain mata kering ada hal lain yang menjadi gejala CVC yang berasal dari dalam mata sendiri yaitu mata lelah.

Kondisi ini dimulai saat ada rasanya pegal-pegal pada eye strain atau kelopak mata atas yang disebabkan terdapat paksaan kontraksi otot-otot mata yang bekerja. Dalam hal ini jika seseorang bekerja atau belajar atau melihat gadget lebih dari tiga jam sehari , maka kita sudah termasuk kedalam orang-orang yang berisiko mengalami CVC ini.

Hal tersebut bisa dicegah dengan rumus rule of 20 yang sudah ditetapkan secara global, dimana setiap kita melihat gadget selama 20 menit maka harus beristirahat minimal 20 detik kemudian melihat sesuatu yang jaraknya 20 kaki atau sekitar 6 (-red Enam) meter dan berkedip kurang lebih 20 kali. Tidak hanya dari pandangan saja, postur duduk juga harus diperhatikan. Disarankan saat melihat gadget postur tubuh membentuk 20 derajat dari eye level atau jarak mata lebih mengarah kebawah. Teori ini juga bisa mencegah tidak hanya gejala langsung pada mata tapi juga yang tidak langsung juga.

Jika sudah mulai merasakan mata kering atau mata lelah, harap segera untuk menuju ke apotek untuk membeli air mata buatan yang sudah dijual dipasaran atau biasa kita kenal dengan obat tetes mata. Masih banyak yang berpikiran juga apakah jika seseorang terlalu lama melihat ke layar, sinar radiasinya akan terus menyerang? Menurut Banu aji. Di era sekarang ini gadget yang ada sudah memiliki tingkat radiasi atau blue light yang sangat rendah, berbeda dari zaman 90-an. Berita tersebut menjadi beberapa oknum memanfaatkan keadaan untuk menjualnya.

“Tidak papa untuk memakai kacamata radiasi, kan kegunaannya memang untuk mengurangi.” tutur Aji (7/11)

Dari sisi nutrisi dan vitamin juga dijelaskan bahwa vitamin A sangat baik untuk kesehatan mata, rata-rata semua makanan yang mengandung sayuran atau serat seperti daging itu pasti mempunyai vitamin A tersebut, jadi jangan terpatok oleh salah satu sayuran saja. Vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh hanya 500 ml gram, sisanya akan dibuang bersama urin,menjadikannya tidak terpakai apa-apa oleh tubuh. Fenomena yang akan terjadi setelah makan banyaknya kasus CVC ini, akan terjadinya booming myopia dengan semakin banyak orang-orang yang tidak mengontrol penggunaan gadgetnya dan aktivitas lain yang berlebihan di depan layar.


Reporter: Aurelia Twinka Nugroho, Lulu Yahdini

Penyunting: Zakiyyah Ainun

Grafis: Dimas Surya

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *