Mempertanyakan Aturan Dekanat

Beberapa Student Area Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Kaliurang, Sleman, Yogyakarta, senin lalu (05/09/2016) menjadi tempat bagi sejumlah organisasi untuk membuka ajang perekrutan anggota atau biasa disebut dengan open recruitment. Organisasi-organisasi tersebut antara lain terdiri dari organisasi internal kampus seperti Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Kognisia, dan juga organisasi eksternal kampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Suasana open recruitment terlihat berlangsung kondusif, mengingat masing-masing organisasi sebelumnya telah melalui perizinan yang sudah disetujui oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FPSB Periode 2015-2016  dan juga dari pihak Dekanat FPSB sendiri. Namun, pada hari Selasa (06/09/2016) Je Anissa Izmi, ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FPSB periode 2015-2016, ditemani dua mahasiswa Ilmu Komunikasi 2014 FPSB yakni Egi Andrea Pratama dan Bagus Restu Dewanto, mendatangi ruang dekanat seraya mempertanyakan ihwal perizinan tersebut. Mereka menilai bahwa izin yang diberikan tidak sah, dikarenakan tidak sesuai dengan Surat Aturan peminjaman stand yang dibuat oleh pihak Dekanat sendiri.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Je bahwa ada sejumlah poin dalam surat alur peminjaman stand tersebut yang secara prosedural telah dilanggar oleh dekanat dan juga pihak LEM. Pertama kesalahan prosedural itu ada pada poin nomer dua mengenai alur perizinan stand organisasi ekstra kampus, di surat tertulis bahwa organisasi eksternal semisal PMII, HMI, dan sejenisnya harus membuat dua surat, yang pertama ialah surat peminjaman tempat yang ditujukan untuk Wakil Dekan dan yang kedua yakni surat pemberitahuan kegiatan yang ditujukan kepada DPM dan LEM FPSB. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, Je mengaku bahwa sama sekali tidak ada koordinasi antara dirinya dengan Ketua LEM yang pada waktu itu masih dijabat oleh Hans Mahenta Fadhly sehingga praktis pada saat itu hanya dari pihak LEM yang memberikan persetujuan mengenai pembukaan stand di area FPSB. Sementara  Je selaku pihak DPM tidak diberitahu mengenai hal tersebut. Namun Je masih berasumsi bahwa Hans memang tidak tahu mengenai turunnya surat, Je justru menyayangkan sikap dari pihak dekan yang tetap mendisposisi persetujuan pembukaan stand organisasi eksternal dari ketua LEM walaupun tidak ada tanda tangan dari ketua DPM. Padahal di surat aturan itu jelas tertulis jikalau organisasi eskternal harus melayangkan surat pemberitahuan kegiatan kepada DPM dan LEM.

“Hans mungkin belum membaca SK Dekan, jadi makanya beliau mengizinkan karena tidak tahu, okelah. Nah, tapi surat yang diajukan ke divisi umum ini tidak ada tanda tangan ketua DPM anehnya tetap di disposisi pihak dekan. Padahal mereka sendiri yang buat peraturan” ujarnya.

Selain poin nomor dua, Dekan juga terbukti melanggar poin nomer lima dalam surat yang berisi aturan mengenai waktu pembukaan stand. Dalam aturan yang tertulis di poin nomer lima, hanya organisasi internal kampus yang bisa membuka stand pada periode bulan September hingga November. Akan tetapi faktanya organisasi ekstra kampus seperti HMI dan PMII sudah sejak 5 September lalu telah membuka stand di student area FPSB tepatnya di depan prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) dan Hubungan Internasional (HI).

Hans pun membenarkan jika dirinya memang tidak tahu-menahu soal turunnya surat aturan tersebut. Oleh karenanya ia masih mengacu dengan Surat Keputusan (SK) DPM yang lama, dimana menurutnya sudah tidak lagi berlaku tahun ini.

“Saya tidak pernah diberi tahu atau diingatkan sama DPM, Dekanat juga belum pernah memberi surat itu. Makanya saya kira masih mengacu ke SK yang lama” jelas Hans.

Selanjutnya pada hari Selasa (06/09/2016) ketika tim Kognisia mewawancari pihak dekanat, Arief Fahmie selaku Dekan FPSB pada awalnya menolak untuk memberi keterangan terkait protes yang digaungkan Je tersebut dengan alasan perlu mempersiapkan keterangan secara lebih detail. Sebagai gantinya, Arief kemudian mengadakan audiensi terbuka atau public hearing dengan para mahasiswa-mahasiswi FPSB pada hari Kamis (08/09/2016) sekitar pukul 16:00 Waktu Indonesia Barat. Audiensi tersebut dihadiri oleh sejumlah mahasiswa FPSB yang terdiri dari para Legislatif terpilih, anggota Lembaga Pers Mahasiswa Kognisia, pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan seperti Himakom, Komahi, dan Himapsi, serta pengurus komunitas-komunitas yang bernaung dibawah FPSB dan sejumlah mahasiswa aktif biasa. Bahkan Je juga hadir meski terlambat beberapa menit. Namun tetap disayangkan hingga public hearing berakhir pun Hans selaku Ketua Lem Demisioner tidak juga hadir di tempat.

Selama public hearing berlangsung, pihak dekanat tidak secara lugas membahas permasalahan ijin peminjaman tempat bahkan argumen mereka terkesan rancu. Seperti Arief Fahmie yang berkata jika ia mengusung semangat untuk memfasilitasi segala kegiatan mahasiswa FPSB. Alasan ini salah satunya yang kemudian dijadikan legitimasi atas perizinan organisasi eksternal dalam meminjam tempat. Sementara Wakil Dekan, Hepi Wahyuningsih, memiliki argumen berbeda. Ia cenderung menyalahkan pihak LEM dengan mengatakan bahwa dirinya melegalkan peminjaman tempat untuk stand karena sudah ada tanda tangan dari Hans Mahenta selaku ketua LEM. Selain itu, Hepi juga menuturkan bahwa aturan tersebut ada atas permintaan dari DPM dan LEM.

“Sepemahaman saya itu kan permintaan DPM dan LEM, makanya kita buat aturan itu. Hans juga mengatakan di grup whatssapp LEM, DPM, Dekanat itu bahwa selama tiga bulan itu dia hanya akan menerima organisasi internal ” ucap Hepi saat Public Hearing berlangsung.

Namun Je membantah bila surat alur peminjaman tempat tersebut ada atas permintaan DPM. Pasalnya tidak ada notulen dari dekanat kalau DPM pernah meminta dibuatkan aturan semacam itu, dalam artian surat peminjaman itu dibuat secara sepihak oleh Dekanat.

“Pihak lembaga tidak pernah meminta atau memaksa Dekanat untuk membuat aturan itu. Kesalahpahaman inilah yang terjadi kalau tidak berkoordinasi lebih dulu” bantah Je.

Terkait bantahan Je, Arief Fahmie selaku Dekan enggan memberi pernyataan secara langsung guna menanggapinya. Arief beralasan jika hal semacam itu tidak akan berdampak baik bagi persatuan FPSB.

“Itu satu hal lain, saya berpikirnya lebih ke depan. Kalau itu diurai kan nanti munculnya salah ini salah itu. Masing-masing punya pembenar dan kalau kita berkutat di hal itu kita tidak akan maju, tidak akan selesai-selesai. Maka nanti ada forum sendiri untuk membahas itu” pungkas Arief.

 

Reporter: Suci Yolianda, Nafisah Rusmawati, Ria Nisrina, Satryo Kusuma, dan Retty Ulfasari

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *