PSAD UII Selenggarakan Forum “Rapor 100 Hari Pemerintahan Prabowo”: Diskusi Mendalam Bersama Rocky Gerung dan Sukidi yang Menggugah!
Oleh: Feroza Fahira
28 Februari 2025 lalu tepat 100 hari pemerintahan Prabowo dan terbilang membuahkan hasil yang cukup signifikan serta berdampak pada masyarakat salah satunya makan siang gratis dan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP)., namun dibalik hasil positifnya banyak keluhan masyarakat akan komposisi kabinet yang terlalu besar dan pelaksanaan program Makan Siang Gratis yang sentralistik. Srawung Demokrasi #5 oleh Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan forum Rapor 100 hari Pemerintahan Prabowo pada Kamis (30/01) di Gedung Kuliah Umum UII. Forum ini ditujukan untuk membahas buah hasil pemerintahan Prabowo selama 100 hari ini. Dilaksanakan pada Kamis (30/01), forum ini diikuti oleh civitas academica UII serta publik baik yang hadir secara offline dan online pada zoom meeting.
Acara dibuka langsung dengan beberapa sambutan, yang diawali oleh Rektor UII, Fathul Wahid. Ia menjelaskan bahwa pentingnya kita sebagai masyarakat sipil yang memiliki power untuk menjaga demokrasi agar tidak mudah dimanipulasi oleh pemerintah sehingga menyinggung akan penolakan pengelolaan tambang pada kampus-kampus di Indonesia. Kampus merupakan pabrik pendidikan yang mengurus pendidikan mahasiswa bukan mengurus urusan tambang negara. Dan penolakan tersebut menegaskan kita untuk dapat merawat akal sehat untuk merawat bangsa ini serta menjaga kampus agar tidak tumbang.
Dilanjutkan dengan sambutan selanjutnya oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U., Guru Besar Fakultas Hukum (FH) UII sekaligus Dewan Penasehat PSAD UII yang menyempatkan waktunya dengan memberi sambutan melalui video yang ia persiapkan untuk forum ini, serta memberitahu bahwa terdapat penilaian dalam bentuk survei yang diberikan pada masyarakat yang menghasilkan kepuasan akan Rapor 100 hari Pemerintahan Prabowo di tingkat 80% dan disebut lebih baik dibandingkan kepuasan Pemerintahan Jokowi kala itu, permasalahannya terletak pada rasionalitas Prabowo terkait kurangnya sudut pandang terhadap keilmuan dan kebijakan yang diterapkan tanpa memperhatikan kemampuan negara dan bangsanya sendiri. Ia juga menyebutkan ketika zaman Soeharto sebelum diturunkan, kebijakan yang diterapkan tidak konsisten dan tidak memikirkan tolak ukur lainnya.
Sambutan ini diakhiri oleh Sri Hastuti Puspitasari selaku dosen Fakultas Hukum UII, juga yang telah menemani para hadirin sebagai moderator pada forum ini. Ia turut menegaskan bahwa kita sebagai masyarakat sipil harus melawan penyalahgunaan jabatan oleh Pejabat Pemerintah serta menyinggung permasalahan terkait kabinet nepotisme yang ditemukan sehari setelah pelantikan Prabowo dan Gibran.
“seharusnya ga perlu 100 hari, dari awal sehari after dilantik sudah bermasalah, termasuk pemilihan kabinet yg nepotisme, menteri2 juga bermasalah kaya mengundang pengajian pakai berkop menteri, kontaminasi dalam kekuasaan ya gini, milih orang kok to gamilih kriteria”. – ujar Sri Hastuti.
Sri Hastuti sekali lagi memantik rasa demokrasi para hadirin sebagai masyarakat sipil yang melawan akan penyimpangan pemerintahan ini. Terdapat dua narasumber yaitu, Sukidi yang biasa disebut “pendekar” dari Harvard dan Rocky Gerung, yang merupakan intelektual publik indonesia. Ia mempersilahkan Sukidi untuk memulai pembahasan mendalam terkait Rapor 100 hari pemerintahan Prabowo.
Sukidi memulai pembahasan dengan melayap kematian demokrasi yang dipimpin Prabowo saat ini, demokrasi yang telah diperjuangkan oleh bangsa ini telah berbalik arah dengan membunuh demokrasi itu sendiri. Disisi lain, Prabowo dan Gibran juga telah menyalahgunakan jabatan dengan bergembira diatas kematian demokrasi di Indonesia, yang dibuktikan pada Rapor 100 hari Pemerintahan Prabowo yang diakhiri dengan kegagalan. Ia juga menyebutkan bahwa sebenarnya para pejabat yang berkuasa merupakan ujian meritokrasi, yang dapat diartikan dengan sistem yang menempatkan seseorang dalam posisi tertentu berdasarkan kemampuan dan prestasinya, bukan berdasarkan latar belakang keluarga. Ia menjelaskan kegagalan pertama yang dialami Prabowo dan Gibran bahwa rakyat telah dijadikan medan tempur selama beberapa tahun yang disertai dengan dua sistem diantaranya, sistem demokrasi dan sistem merit atau sistem kebijakan yang didasarkan pada kompetensi, kualifikasi, dan kinerja. Dilanjutkan dengan kegagalan kedua yang disebutkan bahwa seharusnya Pejabat pemerintah telah gagal melayani rakyat, seperti yang seharusnya melayani orang fakir dan memberi bantuan melainkan menghardik orang fakir. Tak kalah pada kegagalan ketiga, permasalahan para pemimpin yg ingin dilayani oleh ajudan bukan semangat untuk melayani rakyat. Kegagalan tertuju pada aspek satu kebangkitan dalam rise of authoritarism itu sendiri yg menyangkut kemaslahatan rakyat, serta kebijakan-kebijakan otoritas tanpa melihat kemampuan bangsa yg rentan terhadap berbagai penyimpangan2 itu sendiri. Pada kegagalan keempat, ia menyebutkan bahwa negara ini terlalu hegemoni, dimana negara berlaku kuat, pejabat berlaku otoriter, sehingga menciptakan julukan baru di pemerintahannya yaitu pemujaan berhala. Sebagai masyarakat sipil yang lebih memiliki power maka, harus siap untuk perlawanan karena, hanya dari perlawanan itu kita bisa menjadi satu bangsa yang menjaga demokrasi.
Dimeriahi oleh Rocky Gerung sebagai pelengkap diskusi akhir di forum ini lebih menjelaskan para hadirin akan terkejutnya ketika memasuki gerbang tambang yang bertuliskan dilarang merokok.
“benar kata Dr. Sukidi tadi, jika harus menambang akal pikiran, akal sehat karena, pada dasarnya ketika mencoba evaluasi seberapa tebal kekuasaan sedang menambang kampus yang terjadi kekuasaan tidak menyodorkan tambang, melainkan ia menambang kampus-kampus di Indonesia.” ujar Rocky
Kampus itu dijadikan layaknya komoditas untuk dijual. Hal ini merupakan dasar yang memungkinkan rakyat untuk mendalami sistem berduka ini. Ia juga menyatakan bahwa poin utama dari tema ini merupakan Rapor 100 hari pemerintahan bayang Jokowi yang disertai alasannya. “Rapor 100 hari pemerintahan bayang Jokowi itu intinya. karena tidak ada radikal break antara Prabowo dan Jokowi.” jelasnya.
Ia juga mempertanyakan moral kekuasaan di Indonesia mengenai survei kepuasan rapor 100 hari pemerintahan Prabowo yang menghasilkan 80% tingkat kepuasan. Namun, dibalik persentase tersebut dari mana datangnya riset tersebut? apabila rapor Prabowo berhasil, lantas adakah urusan publik yang diurus pemerintah selama 100 hari itu? Mestinya riset itu datang dari mereka yang memilih demokrasi untuk dievaluasi bukan lembaga survei yang disogok untuk memilih hasil survei tersebut. Sentimen ini sebenarnya belum bisa dibongkar sampai sekarang karena pemerintah takut apabila sentimen ini dijadikan bahan evaluasi demokrasi. Ia juga menyebut Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan yang semacam dengan Sales Promotion Girl (SPG) dari mantan Presiden Joko Widodo. Terlebih ia menjelaskan akan fungsi kampus adalah menambang pikiran bukan menambang batubara, dan hal itu menghentikan estatic dinasty. Demokrasi tidak bisa diucapkan, dan terdapat prinsip bahwa adanya kecukupan akal untuk memeriksa sentimen publik, democracy is the government of research so the government by the people yang artinya demokrasi itu pemerintahan akal melalui pemerintahan moral dan harus ada standar berpikir kritis terlebih dahulu baru dapat diucapkan dengan standar demokrasi.
“UII adalah baju batik peradaban dengan motif tolak bala”.-tegasnya. 75% anak muda di Amerika sudah tidak percaya dengan Kapitalisme, ia menjelaskan karena sebagian ekonomi yang tadinya memproduksikan kapitalisme mulai berbalik arah karena mulai berbicara tentang human solidarity. Pemerintah juga ingin berhemat sebanyak 300 Triliun yang kemudian Kementerian Keuangan membuat peraturan kepada semua departemen untuk memangkas dana anggaran sebesar 50% tanpa melihat dampak buruk berkepanjangan pada bangsa ini. Hal ini menuju pada trade off dari kebijakan yang tersembunyi dibalik itu serta pada saat yang sama eksploitasi tidak diperbaiki, dan makin buruk sehingga kita tidak mendapatkan sense of direction. Sebelum sesi Q&A dibuka, forum diakhiri dengan evaluasi Rocky Gerung “Saya meminta Prabowo buat fgd di tempat yg kritis dengan datang ke UII jangan datang ke UI atau Airlangga. ketuk demokrasi harus diulas dengan kejujuran akademis. FGD itu dimungkinkan bila kita punya kesempatan argumen bukan lembaga survei yg tidak tahu soal itu, jadi UII ini dikutuk untuk memulihkan bank demokrasi.”- tuturnya
penyunting : Nazhifah Aulia Anwar

