Oleh: Nazhifah Aulia Anwar & Miftah Laila Nurhaliza
Tragedi terbunuhnya Slamet Saroyo menjadi bukti bahwa kekuasaan bisa membungkam kebebasan bersuara. 4 November 1989 akan selalu menjadi hari yang dikenang karena tragedi kelam kematian Slamet Saroyo. Saat itu, ia sedang menyelidiki dugaan korupsi dana pembangunan Kampus Antara UII (sekarang Fakultas Bisnis dan Ekonomi). Tuduhan mengarah kepada Mantan Pembantu Rektor II UII Effendi Ari, sebagai dalang kejadian mengenaskan ini.
Slamet Saroyo merupakan mahasiswa Teknik Sipil UII yang dikenal gigih dalam bersuara dan menyampaikan kebenaran. Prinsip itulah yang membawa ia menjadi seorang aktivis kampus yang dikenang hingga sekarang. Pada 11 november 2017 silam, Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia (KAHAM UII) pernah menggelar diskusi publik yang bertajuk “Kilas Balik Perjuangan Slamet Saroyo: Menguak Tabir Peristiwa 1989.” (baca selengkapnya di sini Mengenang Sang Martir “Slamet Saroyo” – Kognisia)
Pada 6 November 2024, KAHAM UII kembali menggelar peringatan Kematian Slamet Saroyo dengan agenda utama berupa aksi diam, orasi aspirasi dari mahasiswa, dan aksi seribu lilin. Aksi ini dilaksanakan di selasar Auditorium Prof. DR. K.H. Abdulkahar Muzakir yang dihadiri oleh para anggota KAHAM UII dan beberapa perwakilan dari lembaga pers di UII. Dalam serangkaian acaranya, mahasiswa menyuarakan aspirasi dan pendapatnya serta berpuisi terkait isu di sekitar lingkungan kampus. Sempat redup beberapa waktu, KAHAM UII berharap dengan adanya aksi ini, Slamet Saroyo dapat dijadikan teladan agar mahasiswa lebih kritis dan kembali bersuara.
“Selagi isu ini tidak dibahas lebih lanjut oleh kampus dan selagi mahasiswa tidak tahu itu siapa Slamet Saroyo, jadi kami dari KAHAM UII berinisiatif untuk menyadarkan kembali mengingat kembali peristiwa dosa UII,” terang Fathli Rais, Direktur KAHAM UII (6/11).
Aspirasi yang disampaikan oleh para mahasiswa juga akan diteruskan oleh KAHAM UII ke pihak kampus melalui surat rekomendasi yang menjamin hak-hak mahasiswa.
“Jadi aspirasi-aspirasi itu nanti kita akan membuatkan surat rekomendasi ke kampus bahwa ini isu ini merupakan isu atau keresahan mahasiswa saat ini gitu yang seharusnya dipenuhi oleh kampus. Hak-hak itu tadi seperti ruang berekspresi, aman dari pelecehan seksual, dan segala macem itu,” Jelas Fathli Rais (6/11).
Kami juga mewawancarai Nabila Aulia Zahra atau akrab disapa Bela yang merupakan calon anggota KAHAM UII terkait tanggapannya mengenai aksi ini.
“Karena yang seperti yang kita tahu tadi bahwa pelakunya belum diadili secara sah sampai sekarang. Harapan aku kedepannya mungkin pihak kampus bisa lebih bijak untuk menanggapi kasus-kasus seperti ini. Dan kita juga sebagai mahasiswa tentunya harus kritis untuk tidak membiarkan kejadian seperti ini terulang lagi, dan lebih berhati-hati lagi juga,” ucap Bela (6/11).
Fathli Rais selaku Direktur dari KAHAM UII juga memberikan tanggapan terkait kasus yang terjadi pada Slamet Saroyo.
“Pandangan saya itu mahasiswa sudah seharusnya mencontoh perilaku atau aksi nyata dari Slamet Saroyo ini. Jadi, banyak sekali mahasiswa-mahasiswa yang mungkin sekarang terbelenggu di ruang kelas juga. Sudah seharusnya kita seperti Slamet Saroyo itu kembali membawa berita benar,” tegas Fathli Rais (6/11).
Lebih lanjut, KAHAM UII berharap isu ini mendapat perhatian lebih dari pihak kampus juga mahasiswa. Harapannya KAHAM UII juga dapat melanjutkan agenda lanjutan dari aksi ini berupa talkshow pada Hari Kemanusiaan Internasional 10 Desember. Fathli dan Bela berharap bahwa melalui isu ini, mahasiswa dapat lebih kritis dan mampu menyuarakan pendapatnya tanpa harus takut akan diskriminasi serta dapat membuka mata terhadap isu lainnya baik disekitar kampus maupun diluar kampus.
Penyunting: Paramitha Maharani
Grafis: Tara Saffanah Hernadi