Menggaungkan Perkara Penahanan Aktivis pada Aksi Kamisan Jogja

Oleh : Nazhifah Aulia Anwar

Aksi rutin Kamisan (23/10) pekan ini mengusung judul “Bebaskan Tahanan Politik Serta Transformasi Kepolisian”. Aksi ini dilaksanakan di Pelataran Tugu Yogyakarta dimulai pukul 16.16-selesai dengan agenda aksi diam dan juga orasi oleh para aktivis. Para aktivis memiliki dua tuntutan yakni; Bebaskan Tahanan Politik dan Hentikan Kriminalisasi anak muda serta Reformasi di Tubuh Kepolisian. Aksi Kamisan secara aktif mengawal problematika politik yang merugikan masyarakat serta menyuarakan isu-isu yang terkurung agar didengar dan diadvokasi oleh pihak berwenang. 

“Sebenernya kalau aksi kamisan kan sepertinya universal kan semuanya gitu loh Aksi kamisan kan advokasi non-litigasi litigasinya kan diambil alih dengan lawyer-lawyer, pengacara kalau aksi kamisan berperan di bagian non-litigasi” Terang Ahmad Fauzan (23/10) salah satu aktivis pada Aksi Kamisan. 

Adapun lainnya, kamu mewawancarai Ahcmad Nurul Luthfi yang akrab di sapa Luthfi, selaku staf Divisi Media dan Penelitian LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Yogyakarta bahwasannya aksi kamisan ini merupakan upaya solidaritas dari para aktivis untuk menyuarakan, mengkritik, serta mengawal aktivis lainnya yang mendapat intimidasi dan dilanggar HAM nya. 

“Mereka mendapatkan pembatasan hak konstitusional. Apa itu; Pertama, mereka mendapatkan hak yang tidak aman. Kenapa tiba-tiba mereka ditangkap?. Yang kedua, mereka ketika ditangkap tanpa ada prosedur hukum yang jelas, tidak ada surat penangkapan, tidak ada keterangan yang jelas dan sebagainya. Akhirnya, aksi kamisan ini merupakan upaya kita, siapapun orangnya, siapapun kawan kita dimanapun, merupakan bentuk bahwa semua yang dilukai negara terhadap kawan-kawan kita, yang aksi kemarin, merupakan suatu pembungkaman, merupakan suatu tindakan otoriter yang katanya negara ini adalah negara demokratis.” Terang Luthfi (23/10). 

Masih dalam lingkup isu yang sedang ramai, saat ini LBH juga secara aktif mendampingi dan menjadi kuasa hukum dalam kasus penangkapan Paul (baca disini), kasus salah tangkap yang dialami oleh belasan anak muda di Magelang hanya karena berpakaian serba hitam, serta mendampingi Mahasiswa UNY yang menjadi tersangka perusakan POLDA DIY yang terjadi pada aksi bulan Agustus lalu. Lebih lanjut, Lutfhi menerangkan bahwa semua orang memiliki hak bersuara yang sama dan aparat kepolisian tidak berwenang menangkap ketika tidak ada dasar hukum dan tuduhan yang jelas. 

Aksi kamisan merupakan aksi yang progresif untuk menjadi wadah bagi suara-suara yang terbungkam. Turun ke jalanan dengan cara damai dan orasi yang menggugah bisa menjadi media yang efektif agar masyarakat bisa sadar dan secara aktif menyadari hak nya untuk bersuara. Solidaritas antar masyarakat juga menjadi jalan yang ampuh untuk mengawal para korban yang hak nya telah dilanggar.

Melalui aksi Kamisan ini, seharusnya Polri memiliki kesadaran bahwa seharusnya mereka menjadi organisasi yang menjadi kekuatan sipil dan reformasi kepolisian harus menyadari bahwa kewenangan mereka ada batasnya. 

“kami berharap semua tahanan politik agar segera dibebaskan karena kita tahu mereka gak bersalah. Teman-teman mereka bukan dalang. Dan seharusnya negara tidak membatasi kebebasan berbicara. arena hak-hak politik kita dijamin oleh undang-undang . Berdemonstrasi, menyampaikan ekspresi ketika nantinya aparat melakukan tindakan-tindakan represif atau berlebihan.” Ujar Ahmad fauzan (23/10)


Penyunting : Alia Al Hasna

Grafis : Tara Saffanah Hernadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *