Laporan Khas Tanggap

PEMILWA: Demokrasi Kampus yang Mati Suri, Hilangnya Minat Mahasiswa.

Oleh: Nabila Natasha E. P & Wd. Aulia Rahmah B

Pemilihan umum sudah seharusnya menjadi pesta demokrasi yang melibatkan seluruh kalangan tanpa pandang bulu, termasuk lingkup kecil seperti fakultas. Pemilihan Umum Wakil Mahasiswa (PEMILWA) FPSB kembali digelar pada 13 – 16 Januari 2025 untuk mencari pemimpin baru yang diharapkan membawa warna dan kinerja baru di periode mendatang. Sepanjang periode kampanye dalam misi perbaikan citra dan pencarian dukungan untuk menunjang hak suara di hari pemungutan yang sudah ditentukan, para calon diberikan kesempatan untuk mencari dukungan, salah satunya melalui orasi terbuka yang dilaksanakan serentak pada 8 Januari 2025. Namun, orasi yang seharusnya menjadi panggung utama para kandidat untuk menyampaikan visi-misi yang telah mereka persiapkan justru sepi peminat. Tidak banyak mahasiswa yang mengetahui keberadaan acara ini. Acara yang diklaim sebagai bentuk transparansi demokrasi justru tampak lesu alias sepi peminat. Lantas, apakah orasi terbuka yang telah diselenggarakan ini benar-benar bersifat publik atau hanya seremonial semu demi citra yang ditonjolkan? Mengapa masih banyak mahasiswa yang tidak mengetahui atau bahkan terkesan tidak peduli terhadap proses berjalannya PEMILWA ini?

PEMILWA yang rutin diadakan setiap tahun seharusnya menjadi momentum akbar bagi mahasiswa dalam menentukan arah kepemimpinan di dalam lingkup kampus. Apakah mahasiswa benar-benar tidak peduli terhadap calon yang mereka pilih, atau mereka merasa bahwa semua hal ini hanya sebatas formalitas politik kampus belaka?

Orasi terbuka yang seharusnya menjadi panggung bagi para kandidat untuk menunjukkan kompetensi dan gagasan setiap calon justru hanya dihadiri segelintir mahasiswa saja. Dalam surat keputusan yang dikeluarkan oleh KPU-KM Nomor 002/2024 disebutkan bahwa KPU akan melakukan sosialisasi dan publikasi mengenai pelaksanaan PEMILWA yang dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2024 melalui media cetak, online, dan tatap muka, tetapi melihat banyaknya mahasiswa yang tidak mengetahui bahkan tidak menyadari keberadaan PEMILWA, muncul pertanyaan apakah upaya sosialisasi tersebut berhasil dilakukan? Mengapa mahasiswa tetap dalam kondisi buta informasi meskipun berbagai media telah digunakan?

Hal ini juga terbukti masih terlihat kurangnya minat mahasiswa dalam berpartisipasi dan menggunakan hak suara mereka pada hari pemilihan.

“Menurut pandangan saya pribadi mungkin teman-teman DPM Fakultas yang besok juga akan menjadi panitia tetap bisa untuk mendesak perubahan sistem agar lebih transparan sehingga dapat diakses oleh mahasiswa biasa dan dapat dibuka untuk umum”, ucap Biyantara, selaku ketua Panwasla (15/02).

Beliau juga menambahkan bahwa dampak dari pemilihan online ini yang membuat mahasiswa sendiri seperti malas dalam hal mengikuti politik kampus dan tidak adanya rasa kepemilikan antara satu sama lain. Minimnya partisipasi dalam agenda-agenda ini semakin mempertegas kesenjangan antara idealisme demokrasi kampus dan realita mahasiswa enggan terlibat dalam proses pesta demokrasi yang berjalan.

Minat mahasiswa terhadap PEMILWA yang memudar ini mencerminkan seolah pemilihan ini hanyalah sebatas seremonial tahunan yang tidak menarik perhatian khalayak. Seharusnya, ajang ini menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk menentukan pemimpin yang akan mewakili aspirasi mereka. Namun, rendahnya antusiasme menunjukkan bahwa banyak mahasiswa merasa tidak memiliki kepentingan atau keterlibatan dalam proses ini. Kurangnya transparansi, minimnya sosialisasi, serta sistem yang dianggap kurang inklusif semakin memperlebar jarak antara mahasiswa dan politik kampus.

Jika pun ada suatu kualitas yang ditawarkan juga tidak serta merta meningkatkan jumlah mahasiswa yang menggunakan hak suaranya dalam pemilihan ini. Mengapa demikian? Rata-rata para mahasiswa yang hadir tidak melihat visi misi kandidat, melainkan lingkup pertemanan yang dimiliki, di mana terjadi pemilihan atas dasar relasi, sehingga euforia pesta demokrasi ini kurang tercipta.

Jika KPU sebagai penyelenggara tidak mampu meningkatkan serta menghadirkan atmosfer pemilihan yang menarik dan menjanjikan, bagaimana bisa diharapkan mahasiswa akan tergerak untuk ikut serta ke dalam rangkaian pesta tahunan ini? Akibatnya, semangat pesta demokrasi kampus akan kehilangan substansinya.

 

harapan

pesta demokrasi


Penyunting : Filzahnabiela Azzahra

Grafis : Indah Damayanti