Merapi Siaga, Kelompok Rentan Desa Babadan di-Evakuasi

Oleh Yasmine Amalia.

Rabu (18/11) kami menyambangi posko pengungsian erupsi Gunung Merapi di balai Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Kami disambut hangat oleh Widodo selaku koordinator tenaga ahli (Koordinator Posko) yang bertanggung jawab terhadap laporan-laporan logistik, juga Daemuri Sujini selaku koordinator penyintas bertanggung jawab untuk menyampaikan hak-hak maupun aspirasi dari penyintas ke koordinator posko sembari menyamatkan senyum di balik masker yang ia kenakan.

Posko pengungsian tersebut merupakan aula Balai Desa Mertoyudan yang disulap menjadi posko pengungsian. Posko tersebut juga disediakan khusus bagi warga Dusun Babadan 2 (Dua) Desa Paten, Kecamatan Dukun, yang jaraknya sekitar 5 (Lima) KM dari puncak Gunung Merapi. Di posko tersebut juga tersedia beberapa fasilitas berupa kasur, peralatan mandi, makan, air juga bilik MCK.

Saat kami tiba, sebanyak 190 jiwa dari 90 Kartu Keluarga (KK) sudah berada di posko pengungsian. Mereka terdiri dari 40 anak-anak, 74 orang dewasa, dan 12 ibu menyusui sudah dievakuasi ke balai desa. Namun jumlah itu bisa saja bertambah atau berkurang tergantung dengan aktivitas Gunung Merapi kedepannya. Jika aktivitas Gunung Merapi semakin meningkat maka akan terjadi peningkatan jumlah penyintas, sebaliknya bila kedepannya aktivitas Gunung Merapi menurun para penyintas dapat kembali ke-kediaman masing-masing jika memungkinkan.

Sembari menarik nafas, Daemuri juga mengatakan bahwa di Dusun Babadan Dua sendiri masih ada sekitar 191 jiwa yang bertahan karena harus menjaga ternak juga merawat lahan. Mereka yang bertahan ialah laki-laki yang memiliki kondisi fisiknya cukup kuat untuk mengevakuasi diri apabila situasi Gunung Merapi sewaktu-waktu meningkat.

Sejatinya pemerintah setempat sudah menghimbau untuk melakukan evakusi dini setelah BPPTKG menyatakan bahwa status aktivitas Gunung Merapi meningkat dari Waspada ke Siaga pada kamis (5/11). Namun Warga Dusun Babadan dua tidak serta merta bisa langsung melakukan evakuasi dini karena mereka baru mengetahui perubahan status aktivitas tersebut pada malam Jum’at dan mau tidak mau harus dievakuasi keesokan harinya.

Evakuasi dini yang dilakukan keesokan harinya itu menurut keterangan Daemuri, mengutamakan kelompok ‘rentan’ meliputi; lanjut usia (Lansia) bayi di bawah lima tahun (Balita) juga ibu menyusui. Hal itu dilakukan guna menyelaraskan kontijensi 0% korban jiwa dengan pemerintah Desa Paten.

Penyintas yang berada di pokso pengungsian disediakan bilik-bilik untuk tidur yang dapat menampung 2-3 KK. Menurut Widodo hal tersebut dilakukan guna mematuhi protokol kesehatan berhubung saat ini sedang dilanda pandemi Covid-19. Namun disediakannya bilik tidur tersebut mengurangi kapasitas aula yang semula (2010) dapat menampung sekitar 300 jiwa, kini hanya dapat menampung sekitar 200 jiwa.

Setiap harinya penyintas dipadati kegiatan guna mereduksi kejenuhan dan menjaga produktivitas. Kegiatan tersebut dilaksakan mulai pagi hari sebelum sarapan, biasanya kegiatan awal yang diikuti penyintas ialah siraman rohani atau Kuliah Tujuh Menit (Kultum) dari ibu-ibu pengajian masjid Al-Amin Perumahan Bumi Prayudan sampai kegiatan bersih-bersih posko. Siangnya, setelah ibadah dzuhur penyintas melanjutkan kegiatan yang beragam pula mulai dari trauma healing, pelatihan, belajar hingga hiburan.

Siang itu kami juga berkesempatan untuk berkeliling dan melihat suasana posko hingga dapur umum yang saat itu sedang riuh menyiapkan makan siang, sembari mengajak berbincang beberapa penyintas. Anak-anak yang berada di posko pengungsian sedang asik bermain air di bawah teriknya sinar matahari pukul sebelas siang.

“Pelayanan di posko ini sudah baik, kebutuhan- kebutuhan sehari pun tercukupi,” ujar Sulasih (18/11) salah satu penyintas.

Para penyintas yang masih mengenyam pendidikan dasar hingga menengah atas tetap melaksanakan kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sehingga untuk urusan ‘pendidikan’ akan tetap berjalan. Ditambah lagi fasilitas dengan adanya WiFi di balai desa yang memudahkan pelajar dalam mengakses kelas daring maupun mencari materi di internet. Terkadang mereka juga belajar bersama dan didampingi oleh mahasiswa yang datang silih berganti dari berbagai universitas.

Sayangnya Kiki, Titis, dan Dila salah tiga siswa dari SMP 2 Dukun tetap mengalami kesusahan karena buku-buku pelajaran mereka berada di rumah dan mereka merasa lebih nyaman melakukan pembelajaran di rumah karena suasana yang berbeda.

Kamis (19/11) keesokan harinya kami kembali menyambangi posko pengungsian. Kali ini kedatangan kami bertepatan dengan acara oleh Ikatan Remaja Masjid Al-Amin (IRMA) dari Perumahan Bumi Prayudan yang berada di seberan posko pengungsian. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh IRMA untuk mengadakan acara hiburan bagi anak-anak yang diisi dengan berbagai kegiatan mulai dari menonton film sampai permainan yang meliputi tebak gambar, rantai kata, dan juga lomba memasukkan balon.

Semua yang berada di sana sangat antusias mengikuti kegiatan termasuk Titis dan Dila.  Meski begitu penyintas dan IRMA tetap mematuhi protokol kesehatan salah satunya dengan mengenakan masker selama kegiatan berlangsung.

Novia salah satu anggota IRMA mengatakan bahwa, kegiatan ini memang ditujukan untuk memberikan edukasi juga trauma healing bagi penyintas (anak-anak) agar dapat terus melanjutkan kehidupan tanpa harus mengkahatirkan bayang-bayang kejadian yang sudah dilakui. Salah satu cara mengaplikasikannya ialah menggunakan metode play therapy.

Metode yang aplikasinya berperan untuk menghibur anak-anak agar bisa melupakan traumanya, mengembangkan kemampuan dalam mengatasi masalah, sehingga tercipta perasaan yang lebih baik (Dzulfarqoi, 2017).


Penyunting: Rayhana Arfa Amalia.

Reporter: Yasmine Amala, Benny Yazidul Umam.


DAFTAR PUSTAKA
Dzulfaqori, I. S. (2017). Konseling pada Anak Korban Bencana Alam: Play Therapy Perspektif. 122.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *