Jenuh, Stres, Burnout: Implikasi Penerapan PJJ

Oleh Wahyu Wahidatu Syifa

Proses adaptasi pada saat pandemi COVID-19 dalam sektor pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi di Indonesia dilakukan dengan menerapkan proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Saat ini sudah hampir genap dua semester PJJ di Universitas Islam Indonesia (UII) berjalan tetapi tetap saja tidak terlepas dari berbagai masalah-banal-tentunya. Dari survey kami terkait PJJ yang melibatkan 135 responden, beragam tanggapan mereka lontarkan di kolom isian mulai dari masalah koneksi internet hingga tugas yang bertumpuk juga materi yang sulit untuk dipahami.

Selama proses PJJ dosen dan mahasiswa belajar melalui berbagai platform yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran seperti zoom dan google meet. Adaptasi  yang tidak dibarengi dengan pembaharuan dapat menyebabkan munculnya kejenuhan (burnout) kelelahan emosional, stres, depersonalisasi, dan penurunan prestasi akademik pada mahasiswa merupakan dampak dari sistem perkuliahan jarak jauh yang tidak optimal (Ali Muhson, 2011). 

Tak hanya itu, berkurangnya interaksi dosen dan mahasiswa serta otoritas pengampu yang tidak dimanfaatkan dengan baik juga menambah beban mahasiswa dalam proses PJJ, Kaveh Khoskood seorang ahli Epidimologi dari Universitas Yale mengungkapkan bahwa faktor psikologis yang terjadi pada mahasiswa saat ini, merupakan dampak dari adanya pandemi COVID-19 yang menuntut masyarakat untuk menciptakan jarak sosial sehingga menimbulkan adanya konsekuensi bagi kesehatan mental masyarakat, salah satunya adalah sektor pendidikan.

Ancaman burnout, stress dari tugas yang tak pandang bulu

Banyak tugas yang menumpuk dalam satu waktu dengan deadline yang lumayan mepet belum lagi harus kuliah sinkron dan praktikum yang membuat harus lebih ekstra meluangkan waktu bahkan di hari libur pun tetap mengerjakan tugas sampai larut malam, yang menurut saya bisa menyebabkan menurunnya kesehatan individu,” keluh Oksita Nurma Gupita, mahasiswa psikologi 2018.

Bak gayung bersambut Ahmad Adnan mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris (2018) juga merasa kesulitan untuk menjalankan praktikum pada masa PJJ saat ini. PJJ yang menurutnya bisa lebih fleksibel tetapi karena tuntutan tugas praktik mengajar yang mengharuskan adanya murid membuat Adnan merasa kesulitan karena situasi yang tidak mendukung.

“Nah pengen saya sih dosen kasih keringanan buat nyari siswa yang gak mesti beneran yang penting kan konteks mengajar mahasiswanya yang dapat Misalnya.” ujar Adnan.

Mereka hanya dua diantara 135 responden yang menyampaikan keluhan atas tumpukan tugas selama PJJ berlangsung karena proses adaptasi selama pandemi Covid-19 banyak mempengaruhi psikis dan kemampuan manusia tak ayal mahasiswa. Dampak psikologis ini bergantung kepada bagaimana mahasiswa merespon stimulus yang terus diterima. Ketahanan diri dan kemampuan beradaptasi menjadi penentu dampak tersebut. Yuria Anggela psikolog pendidikan dalam wawancara melalui Google meet (13/11) merespon ihwal tersebut dari sisi ‘psikologi pendidikan’ dengan menjabarkan beberapa dampak psikologis tersebut di antaranya, penurunan konsentrasi, penurunan pemusatan perhatian selama kuliah, penurunan minat dan timbul perilaku kurang baik.

“Dari motivasi diri, bahkan bisa juga menimbulkan perilaku yang kurang baik, kayak misalnya sengaja datang terlambat, atau malah gak dateng. Tingkat kehadirannya juga rendah. Atau bisa juga sampai ke minum-minuman alkohol atau merokok atau dampak dampak lainnya yang ke arah perilaku-perilaku negatif lainnya,” jelas Yuria (13/11)

Yuria juga menyebutkan bahwasannya saat ini banyak hasil penelitian yang menunjukkan tingginya tingkat kecemasan bagi siswa maupun mahasiswa selama periode pandemi yang mengarah pada kecemasan. Jika kecemasan terjadi terus menerus akan menjadi stress, dan bila tidak dapat ditangani maka bisa menyebabkan depresi. Kecemasan memang tidak selalu bernilai buruk, karena pada dasarnya cemas merupakan emosi bawaan untuk setiap manusia.

Tak ayal ketika kecemasan itu tidak dapat ditangani secara internal (-red dalam)  akan muncul simtom-simtom fisik berlebihan, keluarnya keringat dingin sampai hingga tidak bisa berpikir dengan jernih. Kecemasan berlebihan juga memungkinkan seseorang (-red mahasiswa) sesak nafas, keringat dingin, Jika dampak dari kecemasan itu terjadi pada seseorang maka sudah selayaknya  untuk mendapatkan pendampingan serta penanganan lebih lanjut. 

Yuria juga menambahkan dengan menceritakan pengalamannya mengikuti webinar yang diisi oleh Doktor Indun Lestari, pakar psikologi pendidikan di Indonesia. Indun Lestari menjelaskan mengenai hal-hal yang bisa dilakukan oleh tenaga pengajar pada saat penerapan PJJ. Salah satunya dengan strategi umpan balik, diupayakan bagi para pengajar untuk memberikan feedback sesegera mungkin. Dari feedback, mahasiswa juga bisa belajar ‘oh ini salah’. Mahasiswa belajar dari kesalahan yang ia buat dan belajar dari kebenaran yang ia buat pula. Berdasarkan pemaparan tersebut, pemberian feedback kepada mahasiswa dalam proses PJJ menjadi hal yang sangat penting untuk dapat menguatkan pemahaman mahasiswa mengenai benar dan salah di dalam pengerjaan tugas yang diberikan oleh dosen.

Sejatinya tingkat kejenuhan dan kelelahan seorang mahasiswa di dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh keadaan fisik dan juga mental yang berdampak pada penurunan daya, energi, dan juga ketahanan tubuh dalam proses belajar Menurut Alvita G (dalam Welong,S.S,dkk 2020) kelelahan tersebut dapat mengakibatkan seorang individu kehilangan motivasi belajarnya.

Selain itu, kejenuhan, kelelahan, kecemasan dan stress menurut Bernard (dalam Fuziah,H.H.2015) membuat mahasiswa lebih memilih untuk melakukan kegiatan menyenangkan seperti bermain gim, menonton film, dan lain-lain. Ihwal tersebut juga dipengaruhi kurangnya kemampuan untuk merampungkan tugas yang sulit, tidak mengetahui tugas yang harus diselesaikan terlebih dahulu, tidak mampu mengatur waktu dengan  baik juga gangguan dari faktor lingkungan seperti keluarga serta perasaan cemas jika hasil dari kemampuan atau tugasnya dievaluasi, dan adanya keinginan untuk memberontak terhadap kekuasaan orang lain.

Lantas, apakah Dosen FPSB memahami ihwal tersebut?

Perihal proses pelaksanaan PJJ yang telah dilaksanakan hampir dua semester, dosen telah memahami konsekuensi baik secara fisik maupun psikologis dari pemberlakuan kebijakan tersebut, tetapi terdapat respon yang berbeda-beda di dalam menentukan strategi pembelajaran pada setiap mata kuliah.

Setali tiga uang, Hadzira selaku dosen Psikologi UII juga mengamini perihal dampak psikologis tersebut yang memiliki beberapa indikator, diantaranya kognitif dan perilaku. Kecemasan menjadi indikator kognitif dari stress sedangkan perilaku bisa dalam banyak hal. Selain perilaku tidak baik yang telah disebutkan sebelumnya, mengerjakan dengan terburu-buru juga termasuk ke dalamnya. Stress yang dialami mahasiswa pun bisa menimbulkan perilaku negatif pula, yaitu prokrastinasi atau menunda-nunda. 

Hadzira juga menjelaskan bahwa secara psikologis kondisi burnout dapat memunculkan sikap prokrastinasi atau bahkan berujung pada hilangnya sikap tanggung jawab mahasiswa terhadap tugas-tugas yang seharusnya dapat diselesaikan dengan baik dan juga tepat waktu.

“Nah itu biasanya juga karena ada indikasi ya dia sudah mengalami kelelahan secara itu, baik secara mental maupun secara fisik. Yang nanti itu kalau terus menerus tentu akan berakibat kepada stress,” tutur Hadzira. 

Selain itu ia juga menambahkan bahwa di dalam proses PJJ, mahasiswa dituntut untuk berperan aktif. Hal ini karena mahasiswa dianggap sudah mencapai tahap perkembangan dewasa sehingga memiliki pemikiran yang matang. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan memiliki tingkat inisiatif yang tinggi mengenai upaya yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan di dalam pembelajaran perkuliahan. Dalam hal ini peran dosen hanya sebatas membimbing jalannya proses perkuliahan, bukan memaksa mahasiswa untuk berperilaku tertentu, karena hasil akhir yang didapatkan oleh mahasiswa akan sebanding dengan upaya yang dikerahkannya dan dosen tidak ada campur tangan mengenai hal tersebut.

Hadzira juga mengatakan bahwa mahasiswa harus memiliki inisiatif untuk aktif memainkan peran selama proses perkuliahan. Sama halnya seperti sebelumnya, hal ini karena mahasiswa dianggap sudah memasuki tahap pendewasaan diri dan sudah memiliki kemampuan berpikir yang lebih matang guna mencapai tujuan pembelajaran selama perkuliahan. Ia juga mengembalikan semua pilihan entah itu presensi, tugas, usaha untuk berproses kepada mahasiswa karena sejatinya yang membutuhkan proses tersebut adalah mahasiswa bukan dosen.

“Saya sudah sampaikan bahwa your learning is your responsibility. Jadi proses pembelajaran kalian adalah tanggung jawab kalian, kemandirian kalian. Kalian udah dewasa, kalian ngerti konsekuensi kalau kalian enggak melakukan itu, kan gitu aja.” ungkap Hadzira.

Bersebrangan dengan Hadzira, dosen jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FPSB UII, Willy Prasetya menyatakan bahwa, pemberian tugas yang berterusan tersebut merupakan dampak dari perbedaan interpretasi. Terlebih interpretasi itu bisa menjadi salah satu penyebab tugas-tugas selama PJJ datang silih berganti karena dosen yang tidak mempertimbangkan aspek kognitif mahasiswa di mana setiap mahasiswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Serta kurangnya kemampuan dosen dalam mengolola kepemimpinan akademik di dalam kelas.

Selain itu dalam hematnya bahwa perkuliahan yang dilaksanakan dari jauh memang tidak bisa disamakan dengan perkuliahan tatap muka baik dari segi waktu pertemuan, standar capaian, hingga yang terpenting beban tugas yang ditanggung mahasiswa karena selama PJJ secara tidak langsung beban mahasiswa semakin bertambah.

“Beban mahasiswa itu bertambah ketika di rumah karena harus mengerjakan tugas dari orang tua, mengasuh adik dan itu yang menyebabkan kuliah online tidak bisa se-efektif kuliah offline.” ujarnya (6/11)

Guna meminimalisir dampak buruk tersebut ia juga menurunkan standar capaian mata kuliah yang ia ampu selama PJJ serta menerapkan pola komunikasi interaktif, agar mahasiswa terlibat dalam seluruh kegiatan-juga-kesepakatan selama proses PJJ. Karena sampai mendekati Ujian tengah Semester (UTS) hipotesanya menyimpulkan bahwa beberapa mahasiswa di kelas yang ia ampu sudah mulai memperlihatkan gejala kejenuhan juga tertekan.

**

Penyunting: Rayhana Arfa Amalia

Grafis: Dimas Surya

**

Rujukan

Christina E. Burnout Akademik Selama Pandemi Covid 19 . Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Mengukuhkan Eksistensi Peran BK Pasca Pandemi Covid-19 di Berbagai Setting Pendidikan, Surabaya. Hal. 9-15

Welong.S.S,dkk. (2020). Hubungan Antara kelelahan, Motivasi Belajar, dan Aktivitas Fisik Terhadap Tingkat Prestasi Akademik. Jurnal Biomedik, 12(2),  125-131.

Fauziah, H.H. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(2), 123-132.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *