Satuan Kredit Partisipasi: Syarat Yudisium atau Apresiasi Kegiatan Mahasiswa?

Oleh: Citra Mediant

Pusat Studi Gender (PSG) UII baru ini menyelenggarakan program pengabdian masyarakat. PSG turut melibatkan mahasiswa sebagai relawan yang nantinya akan mengajar di lokasi pengabdian. Sebagai pemikat, PSG UII menjanjikan nominal Satuan Kredit Partisipasi (SKP) berjumlah delapan (8). SKP yang merupakan satuan di luar kredit semester ini menjadi perbincangan hangat sejak tahun lalu sebab wacana yang digalakkan oleh pemangku kebijakan Universitas  Islam Indonesia (UII) ini tak kunjung terealisasi.

Pihak PSG melalui narahubung mereka, Faraz Umaya yang kami hubungi melalui pesan daring pada Kamis (17/09/2020) mendaku bahwa PSG mencantumkan nominal SKP karena mengikuti peraturan Rektor UII Nomor 24 Tahun 2019 terkait SKP. Ia juga menambahkan bahwa program mereka ini akan berlangsung hingga desember kelak.

Beni Suranto selaku Direktur Bidang Kemahasiswaan menyatakan bahwa sistem SKP ini sudah hampir final, namun UII menargetkan SKP akan direalisasikan pada Oktober nanti. Di sisi lain, Beni juga merespon pertanyaan kami terkait PSG UII yang sudah lebih dahulu menjanjikan nominal SKP dalam program mereka.

“Mungkin untuk menambah motivasi teman – teman untuk bergabung.”  ujar Beni saat diwawancarai pada Sabtu (19/9/2020) melalui aplikasi Zoom.

Kilas Balik

Setahun silam, kami merilis laporan terkait Satuan Kredit Partisipasi (SKP) Universitas Islam Indonesia (UII).  SKP yang merupakan nominal capaian bagi mahasiswa UII di luar bidang akademik dan menjadi salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa UII nantinya.

Saat mendapat kabar terkait nominal SKP yang tercantum di poster yang disebar PSG UII, kami langsung menghubungi salah satu anggota Dewan Permmusyawaratan Mahasiswa (DPM) UII. Mu’af Saidi selaku wakil ketua DPM UII 2019/2020 yang sejak lama menyuarakan isu SKP ini mengaku belum mengetahui apa-apa terkait kelanjutan SKP yang diwacanakan oleh rektorat UII karena menurutnya pada 2019 pembahasan SKP dengan perwakilan mahasiswa mandek di tengah jalan, pembahasan terkait SKP ini menurutnya juga banyak terganggu oleh hal-hal lain yang terjadi di UII termasuk pandemi Covid – 19.

Wakil Ketua DPM UII 2019/2020, Mu’af Saidi (Dokumentasi LPM Kognisia)

“Selama aku menjabat DPM enggak ada bahas soal itu, kemarin banyak bahas FPSB juga pesta yang terdampak Corona,” ujar Mu’af pada Selasa (15/9/2020).

Setali tiga uang dengan Mu’af, mantan ketua DPM UII periode 2018/2019 Nizar Surya Isadono yang kami wawancarai melalui telepon mengatakan bahwa pembahasan SKP dengan DPM periodenya mandek di tengah jalan dan sampai periodenya berakhir belum menemui titik terang. Sempat pihak DPM UII dan seluruh perwakilan lembaga tingkat universitas dan fakultas mengadakan pertemuan dengan pihak rektorat pada triwulan ketiga periode 2018/2019, namun ihwal itu lagi-lagi mandek di tengah jalan. Padahal, menurut Nizar, pihak rektorat sudah sepakat untuk membahas SKP bersama dengan pihak perwakilan mahasiswa agar tercapai penyelarasan namun sampai periodenya berakhir tidak sama sekali ada pembahasan lanjutan terkait SKP.

Ngajuinnya sudah masuk TW-3, respon baliknya dari Pak Beni cuman masih dirapatkan. Terkait mekanisme atau pun apa namanya sistem dari SKP nya nanti seperti apa, kalau dari WR (Wakil Rektor) 1 atau dia (Beni Suranto), mereka udah OK. Baru ketok gitu.” jelas Nizar pada Jumat (18/9/2020)

Saat itu pihak DPM UII tidak sepakat dengan rancangan rektorat, sebab menurut mereka, tidak berpihak pada kelembagaan yang ada di UII. Lalu DPM menawarkan rincian penawaran versi DPM. Di sisi lain, pihak DPM juga menyayangkan nominal yang diberikan terlampau besar kepada kegiatan-kegiatan wajib yang memang sudah seharusnya diikuti oleh seluruh mahasiswa UII, seperti pesantrenisasi dan LKID (Latihan Kepemimpinan Islam Dasar) karena menurut DPM UII, adanya SKP yang dilatarbelakangi nilai-nilai catur dharma dan insan ulil albab itu seharusnya bisa meningkatkan kesadaran mahasiswa agar lebih giat berpartisipasi dalam kegiatan non akademis serta kelembagaan, kepanitiaan yang ada di UII.

“Aku kasih permisalan aja ya; misalnya dalam gambaran rektorat itu kita bisa istilahnya lulus harus ada poin SKP, nah ini poinnya itu aku misalkan dua puluh. Dari poin dua puluh itu kita udah dapet 15 poin dari kita ondi, pesantrenisasi cuman dari kami lembaga ada pembahasan lagi karena kami belum sepakat terkait jabaran dari rektorat karena menurut kami poin yang dibikin rektorat itu pesantrenisasi itu kan wajib, otomatis apa namnya udah pasti dapet kok malah kok poinnya besar” papar Nizar.

Kemahasiswaan menjawab

SKP yang sudah diwacanakan sejak tahun 2019 ini memang menjadi isu yang hangat di kalangan mahasiswa UII, wabilkhusus mahasiswa yang berpartisipasi di lembaga. Beni Suranto yang kami wawancarai lewat aplikasi zoom menyatakan bahwa SKP ini merupakan bagian dari “Kurikulum Ulil Albab” yang mana dalam SKP terdapat empat domain, di antaranya ialah kepribadian islami, kepemimpinan profetik, pengetahuan integratif dan keterampilan transformatif.

Direktur Bidang Kemahasiswaan, Beni Suranto (Dokumentasi Kognisia).

Demi mengejawantakan kurikulum tersebut, SKP juga menjadi pasangan SKS dan bukan sembarang satuan yang mana setiap nilai dari memiliki refleksi dari apa yang sudah dicapai oleh mahasiswa. Nantinya, SKP ini akan menjadi dua bagian yaitu wajib berjumlah 50 SKP sebagai syarat KKN dan 10 SKP sebagai syarat yudisium, totalnya ada 60 SKP. Satuan itu nantinya akan berlaku mulai dari mahasiswa angkatan 2019 hingga mahasiswa baru tahun 2020, untuk mahasiswa angkatan 2018 belum ada keputusan dari pemangku kebijakan UII mewajibkan SKP.

Jauh panggang dari api, SKP yang mulanya akan direalisasikan sebelum kuliah perdana tahun 2019 SKP UII harus mundur hingga 2020. Penyebab mundurnya wacana realisasi itu dipengaruhi oleh peraturan yang baru selesai di akhir tahun 2019, tepatnya 20 November 2019. Sistem yang baru bisa dikembangkan setelah peraturan disahkan karena peraturan akan menentukan fitur dan alur yang ada di sistem, menurut keterangan Beni yang kami hubungi melalui pesan daring pada Jum’at (25/09/2020).

Beni Suranto juga menanggapi terkait capaian nilai dari berlembaga yang tidak terlampau besar. Menurut pihaknya,  hal ini dikarenakan SKP bukan sembarang satuan dan setiap satuan itu memiliki refleksi. Terlebih lagi pihaknya tidak mengetahui kegiatan lembaga secara spesifik serta sejauh mana kontribusi setiap pengurus lembaga tersebut. Tidak hanya itu, pihaknya juga mendaku bahwa tata kelola yang tidak diketahui itu menyebabkan kesulitan untuk memberikan poin yang lebih besar terhadap partisipasi kelembagaan jika dibandingkan dengan nominal satuan SKP wajib yang sebagian besar kegiatannya berada di bawah kendali DPPAI .

“Karena kegiatan lembaga kita tidak tahu dan tidak pegang. Bagaimana kita bisa tahu kontribusinya dan kita sulit untuk memberikan poin besar. Dan yang kedua, lembaga sempat membandingkan dengan mualim dan lembaga lebih kecil ya kita lihat musrif musrifat itu syaratnya lebih besar harus hafal 30 jus misalnya,” ujar Beni pada Sabtu (19/9/2020)

Tidak hanya menyoal persyaratan menjadi pengurus dan tata kelola, ia juga menyinggung terkait pertanggung jawaban dari pengurus  lembaga juga panitia yang berkegiatan di bawah lembaga KM UII. Sebab, menurutnya konten-konten luaran yang dihasilkan oleh lembaga itu seperti apa pihaknya tidak tahu domainnya, serta bagaimana mengukur keterlibatan setiap pengurus lembaga. Beni  memberikan contoh; kepanitiaan Masta FIAI memberikan saran agar kepanitiaan itu menjadi salah satu syarat kelulusan namun pihaknya menolak karena konten dan pertanggung jawabannya tidak diketahui kemahasiswaan.

“Termasuk gradasi antar posisi pengurus, tapi masih dikusi sampai saat ini. Saya juga menyampaikan sama DPM, mereka meminta usulan, poin SKP di level KM, contoh minimal 5 kp, total syarat untuk lulus saja sepuluh, jadi satu SKP jadi pengurus SKP lembaga, itu sudah bisa lulus,” jelas Beni pada Sabtu (19/9/2020)

SKP yang merupakan living document memungkinkan untuk diperbaharui sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Di sisi lain, pihaknya juga sangat membuka peluang untuk apresisasi dibarengi keterbukaan agar terjadi dialog-dialog antara pihak lembaga dan rektorat terkait tanggung jawab dan bukti kegiatan berjalan dengan baik.

BSI Sudah Ready

 Tidak berhenti di sana, Terkait realisasi yang diwacakan pada bulan Oktober, Beni mengarahkan kami kepada Ahmad selaku kepala bidang pengembangan sistem informasi, Badan Sistem Informasi (BSI) UII yang memfasilitasi aplikasi SKP di dalam UII Gateway. Ahmad yang kami hubungi pada Selasa (22/9/2020) mengaku bahwa aplikasi SKP ini memang akan diluncurkan pada bulan Oktober, namun belum ada kepastian tanggal dari pemangku kebijakan.

Ilustrasi Aplikasi SKP dari Badan Sistem Informasi UII.

“Insya Allah bulan depan, launching dan sosialisasi versi satu.” Ujar Ahmad pada Selasa (22/9/2020).

Nantinya, SKP akan menjadi aplikasi tambahan di dalam UII Gateway dan akan terintegrasi dengan seluruh sistem yang ada di dalam UII Gateway. Aplikasi SKP generasi pertama ini akan terus berkembang sesuai kebutuhan namun tetap diselaraskan dengan standar-standar yang berlaku di UII. Selain itu, Ahmad juga menyatakan bahwa aplikasi ini sudah melewati tahap uji dan review sebelum nanti diluncurkan.

*Bacaan lanjut reportase kami di Tahun 2019 terkait SKP :

https://kognisia.co/beni-suranto-kegiatan-kemahasiswaan-masuk-dalam-skp/

https://kognisia.co/meningkatkan-partisipasi-kelembagaan-dengan-skp/


Penyunting: Iqbal Kamal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *