Trauma Healing “Pertolongan Pertama Paska Bencana”

Oleh Fadhlina A. B

Trauma berasal dari bahasa Yunani “Tramatos” yang berarti luka yang berasal dari luar. Pada khazanah pengetahuan Psikologi, menurut Mardiyanti (2015) trauma diartikan sebagai suatu kondisi jiwa yang tidak normal akibat pengalaman yang mengerikan.  Seperti yang dialami oleh korban bencana alam dimana pengalaman tersebut dapat berdampak pada psikis meliputi cemas dan rasa takut akan ancaman yang dapat membekas dalam ingatan.

Kejadian traumatis dapat berdampak jangka panjang terhadap ketidaknyamanan psikis maupun fisik, yang dalam istilah patologisnya disebut dengan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder (Nawangsih, 2016). PTSD tidak bisa sembarang diagnosis, terdapat pertimbangan kriteria sesuai dengan yang termaktub dalam DSM-5 mengenai gejala dan rentang waktu. Hal ini hanya dapat divonis melalui rangkaian pemeriksaan psikolog atau psikiater. 

 PTSD tidak seperti flu yang jika dibiarkan dapat sembuh dengan sendirinya, perlu trauma healing untuk dapat mengembalikan jiwa yang retak dapat utuh seperti sedia kala. Untuk mengulik lebih dalam mengenai trauma dan obatnya, kami berkesempatan untuk menggali ilmu dari salah satu dosen psikologi UII yang juga seorang psikolog klinis, Libbie Annatagia, S.Psi., M.Psi., Psikolog yang menjelaskan wawasan mengenai trauma healing beserta aplikasinya dalam penanganan korban bencana alam.

Apa itu trauma healing ?

Trauma healing merupakan rangkaian proses penyembuhan psikis yang bertujuan untuk menghilangkan efek buruk PTSD secara zahir maupun batin, serta menjadi proses berdamai dengan kejadian buruk yang membekas. Trauma healing tidak bisa dilakukan sembarang orang, harus psikolog atau psikiater yang dapat memberi treatment trauma healing pada penyintas PTSD. Terdapat beragam metode yang biasa digunakan oleh ahli profesional antara lain, CBT (Cognitive Behavioral Therapy), EMDR (Eye Movement Desensitization Reprocessing), dll. Ada pula pertolongan pertama pada trauma yang dapat dilakukan oleh orang awam terlatih yakni PFA (Psychological First Aid). 

PFA memiliki tiga langkah antara lain; yang pertama adalah look. Lihat dengan seksama kondisi orang yang habis terkena bencana atau peristiwa tidak menyenangkan. Kemudian listen, dengarkan apa yang dirasakan dan dibutuhkan. Setelah itu dilakukan link, yakni sambungkan pada bantuan yang dibutuhkan atau bantuan profesional bila perlu. “Jadi itu bukan terapi, tapi pertolongan pertama,” jelas Libbie.

Apa tujuan dari trauma healing?

Trauma healing bertujuan membantu individu mengurangi gejala PTSD yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari serta mengurangi efek traumatis pada afeksi dan emosi sehingga tidak berdampak lebih buruk kedepannya.

Seberapa pentingkah trauma healing dilakukan?

Trauma yang tidak segera diobati, berpotensi mengarah pada permasalahan psikologis yang serius di masa mendatang. Penting dilakukan penanganan sedini mungkin apabila kejadian traumatis membawa gejala yang dirasakan mengganggu apalagi sudah sampai taraf  PTSD. Belum banyak orang yang sadar pentingnya trauma healing, sedangkan trauma yang tidak segera ditangani dapat berdampak pada fisik bahkan terganggunya keberfungsian hidup.

Lalu, apa perbedaan antara trauma dan PTSD? 

PTSD merupakan istilah gangguan yang hanya dapat didiagnosa oleh psikolog atau psikiater, sedangkan trauma sendiri merupakan hal yang mendasari PTSD. Tidak semua orang yang mengalami kejadian traumatis, sampai pada tahap PTSD. Teringat kejadian, atau merasa khawatir pada awal-awal setelah kejadian merupakan hal yang wajar terjadi. 

Hal ini menjadi abnormal ketika terjadi terus menerus dalam jangka panjang, dan mulai muncul gejala seperti mimpi buruk, keringat dingin ketika mengingat kejadian, sulit tidur, sampai pada tahap mengganggu aktivitas harian. PTSD bukan gangguan yang dapat membaik dengan sendirinya seiring berjalannya waktu Waktu memang akan menyembuhkan, dengan catatan sudah dilakukannya usaha sebaik mungkin. Oleh karena itu, PTSD perlu diterapi dengan trauma healing dengan penanganan profesional tentunya. Agar luka jiwa yang membekas tidak kian retak serta lekas pulih seperti sedia kala.

Apakah trauma healing dapat dilakukan mandiri oleh penyintas?

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, trauma healing pada kasus PTSD hanya dapat dilakukan oleh profesional psikolog atau psikiater. Namun ketika seseorang baru saja mengalami kejadian traumatis, ada usaha yang dapat dilakukan mandiri, yakni bercerita dengan orang terdekat dan terpercaya. Jika dalam beberapa hari kemudian belum juga membaik atau muncul gejala seperti mimpi buruk ataupun susah tidur, maka seyogyanya langsung menghubungi psikolog atau psikiater. 

Bagaimana pengalaman anda terjun langsung dalam pelaksanaan trauma healing?

Libbie menceritakan pengalamannya ketika menangani korban gempa Lombok pada 2018 lalu. Beliau ditugaskan untuk melatih para relawan dalam penanganan korban bencana. Hal yang dapat dilakukan relawan dengan background non-psikologi salah satunya adalah PFA itu tadi.

Pada setting bencana alam, tidak melulu trauma healing menjadi fokus penting dalam tindakan menanggulangi psikis para korban. Diperlukan langkah promotif guna mencegah PTSD terjadi pada korban bencana yang belum pada tahap PTSD.  Libbie menambahkan, “Bagaimana caranya orang nggak sampai mengalami trauma, itu konsep promotif. Tapi kalau sudah ada traumanya ya dikasih trauma healing.” Langkah promotif ini dapat dilakukan dengan pelatihan, psikoedukasi, ataupun permainan yang bertujuan mengurangi tekanan individu selama berada di pengungsian.

**

Penyunting: Rayhana Arfa Amalia

Rancang Grafis: Dimas Surya

**

Rujukan:

Mardiyati, I. (2015). Dampak Trauma Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Raheema: Jurnal Studi Gender Dan Anak.

Nawangsih, E. (2016). Play Therapy Untuk anak-anak Korban Bencana Alam Yang Mengalami Trauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD). Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi. https://doi.org/10.15575/psy.v1i2.475

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *