Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam
Oleh: Citra Mediant
Seorang jurnalis menjajakan tulisan Long Form khas jurnalisme investigasi yang dirangkum menjadi sebuah buku, Rusdi Mathari, pria kelahiran Madiun menghimpun hasil reportase yang sebelumnya sudah pernah terbit di www.rusdimathari.com. Rusdi menceritakan banyak hal di dalam bukunya mulai dari Nangroe Aceh Darussalam,ujung pulau Sumatera diamuk laut pada 24/Desember/2004. Memporak-porandakan provinsi yang tiga puluh tahun lebih menuntut merdeka.Beranjak sampai ke ujung barat pulau Borneo yang hutannya harus dicukur habis demi kelapa sawit turut mewarnai sehimpun reportase ini, sampai konflik politik tingkat tinggi antara KPK, Antasari dan Nazarudin termasuk pula selirnya juga raksasa sinema 21 di bawah kelompok usaha Subentera Group, penggundulan hutan hingga listrik yang tak pernah sampai ke Santrean.
Satrean, dusun yang terletak hanya 700 meter dari tepi jalan raya Surabaya – Madiun dan tak jauh dari pusat kota Madiun, Dusun ini tak pernah mendapat pasokan listrik resmi dari PLN. Listrik menjadi barang yang mewah di Satrean, sejak tahun 90an sampai 2008 mereka sudah berulang kali mengajukan permohonan ke PLN daerah operasi Madiun tapi selalu ditolak dengan alasan nilai konsumsi listrik dusun Santrean tidak pernah mencapai 32.000 watt.
Danang, pemuda yang drop out dari fakultas Hukum, Universitas Brawijaya memutuskan untuk kembali ke Santrean menemani ibunya yang asli Santrean. Biasanya ia hidup di tengah gemerlap kota kini ia ikut merasakan gelapnya santrean tanpa pasokan listrik. Sampai, Danang berfikir bahwa perkara ini adalah warisan dari Kakeknya seorang aktivis PKI yang terlibat pemberontakan di Madiun.
Bergeser sedikit menuju Pulau di sebelah utara Surabaya, pulau Madura. Sampang tepatnya Karang Gayam sempat menjadi lokasi konflik rasial buah dari perbedaan keyakinan beragama yaitu Sunni dan Syi’ah. Sampang merupakan pusat peradaban Agama di madura, sejak dahulu banyak pemuka NU yang berasal dari sampang hingga pada 1979 saat Revolusi Islam Iran K.H. Makmun,endapat kiriman bacaan juga poster-poster Syi’ah, sejak itu ia menjadi pengikut Syi’ah.
Sosial dan politik menjadi beberapa alasan konflik yang awalnya hanya perseteruan keluarga dari anak keturunan K.H. Makmun menjadi terbuka hingga melibatkan banyak elemen di masyarakat. Sunardi Hamid, Ketua Pusat Kajian HAM dan Lingkungan di Pamekasan Madura menyatakan bahwa konflik itu tidak terlepas dari kepentingan antara kiai-umat. Walhasil ketika terjadi perbedaan dari masyarakat kebanyakan senantiasa akan terlegitimasi sebagai si Kafir dan Sesat.
Ketika kepentingan politik membuahkan konflik vertikal yang melebar di masyarakat kita tidak bisa melupakan kasus, Antasari Azhar mantan ketua KPK yagn terlibat kasus pembunuhan terencana. Rusdi menceritakan produksi kejar tayang kasus Antasari pada bab pertama dengan judul “Antasari; Cattan seorang wartawan” , bersama dengan rekan yang bertugas pada waktu itu, Rusdi kesulitan untuk mengkonfirmasi kasus tersebut dan mempertimbangkan banyak hal karena belum tentu yang beredar di media kebanyakan itu benar pula adanya.
Disaat bersamaan namun tidak bertepatan, Rusdi mendapat tawaran dari rekan sejawat sesama jurnalis yang menggadaikan harga dirinya sebagai jurnalis dan menawarkan rusdi tawaran dengan dana yang tidak terbatas untuk membuka mulut perihal keburukan Antasari. Walhasil, Rusdi mengetahui motif temannya yang juga mendapat tawaran dari seorang politikus yang memiliki kepentingan di sana (Antasari dan Wartawan Calo; Catatan seorang wartawan) Berbicara tentang politik, saat itu bertepatan dengan Pemilu 2009 yang mana hasil penghitungan suara tidak tepat waktu. Rusdi mendapati cerita dari seseorang yang dekat dengan Antasari dan Zulkarnaen, ia mengakui bahwa kasus ini adalah sebuah Red Herring yang berhubungan dengan politik tingkat tinggi (Halaman 85 Red Herring).
Sama halnya dengan Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan, Rusdi selalu menyuguhkan hal-hal di luar nalar, seorang jurnalis yang mencoba menceritakan hal-hal yang mungkin tidak dialami orang banyak dan mungkin saja jurnalis kebanyakan. Fakta yang jarang tercuat ke layar televisi dapat kita temui di sini, seperti penggundulan hutan di daerah Kapuas Hulu demi kepentingan beberapa pihak. Perusahaan raksasa bernama Sinarmas mengepakkan sayapnya lebih luas melalui anak perusahaannya Smart yang bergerak dibidang perkebunan sawit dan Sinarmas Agro Resources & Technology (Smart) mengembangbiakkan bisnisnya membawahi sembilan anak perusahaan lagi.
Mereka bergerilya di hutan milik negara dengan mengantongi Hak Guna Usaha (HGU), lahan mereka yang mengepung kawasan hutan lindung Danau Sentarum (HGU), lahan mereka yang mengepung kawasan hutan lindung Danau Sentarum menyebabkan konflik majemuk di Masyarakat (Bab II : Di kepung lautan sawit). Rusdi yang kala itu bekerja sama dengan LSM Masyarakat yang menolak untuk disebutkan menceritakan tentang, Bantin yang memukul ayahnya karena perbedaan pendapat tentang perkebunan sawit. Usat, ayah bantin menolak kehadiran perkebunan sawit dan perselisihan tersebut yang membuahkan lebam di muka Usat (Terkepung Lautan Sawit, Hal.119).
Sehimpun reportase yang dikemas dengan apik namun sama sekali tidak mengurangi nilai jurnalistik. Perpaduan Jurnalisme Investigasi dan gubahan sastrawi menjadikan buku ini layak disebut pencerah dari serangan buku-buku melankolia idola remaja. Namun, pembaca haruslah selektif dalam menghakimi fakta yang tertera di buku ini karena pada prinsip jurnalisme semua akan dikembalikan kepada pembaca meski kepercayaan pembaca adalah kuncinya.