Himakom: Verifikasi & Konsultasi Kepanitiaan Hanya Menghambat Proses Kreatif

Kepanitiaan yang ada di tingkat fakultas, baik oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) hingga Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) wajib melakukan verifikasi kepada Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF). Namun demikian, Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Himakom) tidak lagi melakukan verifikasi kepanitiaan kepada DPM. Muncul pertanyaan di beberapa kalangan mahasiswa. Selain itu, kekuatan dan bargaining position DPM FPSB turut dipertanyakan.

Padahal melalui Ketetapan-ketetapan Hasil Sidang Umum (TAP SU) DPM FPSB UII tentang Garis Besar Program Kerja (GBPK) Lembaga Kemahasiswaan pada Bab II mengenai Proyeksi Masa Depan dan Arah Kebijakan, tertulis pada poin E Nomor 6,  ”Membimbing dan mengontrol kepanitiaan dalam mencari dana”. Lalu juga tentang Mekanisme Kepanitaan Himpunan Mahasiswa Jurusan pada Bab VI mengenai Verifikasi, pada pasal 10 ayat 1 tertulis bahwa verifikasi dilakukan oleh DPM FPSB UII dan wajib dihadiri oleh panitia, perwakilan HMJ dan perwakilan LEM FPSB UII. Pasal-pasal tersebut sebagai landasan bahwa DPM sudah seharusnya melakukan verifikasi kepada setiap kepanitiaan yang ada di Himpunan Mahasiswa Jurusan, tanpa terkecuali.

Tidak adanya verifikasi kegiatan kepanitiaan di Ilmu Komunikasi, juga dihubungkan dengan pasal-pasal yang disebutkan di atas membuat kinerja dan kekuatan DPM FPSB dipertanyakan.

Program Studi Ilmu Komunikasi

DPM FPSB: Himakom Sudah Mandiri

Aryo Bimo selaku Ketua Komisi I DPM FPSB memberikan pembelaan bahwa Ilmu Komunikasi sudah mandiri jika dibandingkan dengan HMJ lainnya yang ada di FPSB. Aryo Bimo yang bertanggung jawab atas verifikasi acara kepanitiaan yang ada di Fakultas maupun HMJ mengakui bahwa kepanitiaan Himakom memang tidak pernah tersentuh untuk masalah verifikasi. “Untuk Ilkom sudah kita anggap mandiri dalam sesi budgeting, begitu juga dengan pro-aktif bersama dosen,” ungkapnya kepada reporter Kognisia pada Rabu (23/10).

Sikap pro-aktif bersama dosen pun juga menjadi jaminan bagi Bimo bahwa secara konsep yang ada pada kepanitiaan Ilmu Komunikasi tidak akan melenceng dari visi misi kampus.

Mendengar pernyataan Bimo, Alkausar Fikri selaku Sekretaris Jendral (Sekjen) Himakom menanggapi bahwa Ilmu Komunikasi tidak ingin dianggap mandiri atau merasa dispesialkan oleh pihak DPM FPSB. Bentuk verifikasi yang selalu dilakukan oleh DPM itu sendiri yang memang ditolak olehnya, bahkan sudah sedari lama Himakom tidak melaksanakan verifikasi, tidak hanya terjadi pada periode yang dijalankannya saja.

Sekjen Himakom, Alkausar Fikri

Alkausar menolak kegiatan verifikasi karena hanya akan menghambat proses kreatif yang telah dijalankan.

“Proses jalannya verifikasi hanya akan menghambat proses kreatif yang ada, Saya menolak akan hal tersebut,” ungkap Alkausar yang ditemui pada Selasa (5/11) lalu. Menurutnya salah satu cara untuk menolak verifikasi yang menurutnya kurang efektif tersebut ialah dengan tidak menggunakannya.

Tak hanya itu, Ibnu Fajri, Ketua Himpunan Mahasiswa Psikologi (Himapsi) juga merasa bahwa konsultasi dan verifikasi yang dilakukan tak efektif. Ia juga setuju dengan usulan meniadakan verifikasi.

“Mulai dari timeline, tiba-tiba sampai usulan yang bisa memengaruhi konsep, sampai misalnya harus dihadiri seluruh panitia. Kan nggak efektif jadinya.” Tuturnya.

Himapsi juga turut mempertanyakan kekuatan dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh DPM. “Jika dianggap dapat bergerak sendiri secara pendanaan dan hubungan dengan dosen, maka sebenarnya kita juga sama. Dalam setiap kegiatan bahkan kita juga dapat melakukan pencarian dana mandiri. Saya rasa agak salah jika DPM hanya melihat dari satu pandangan saja.” papar Fajri

Sebagaimana TAP SU dan beberapa rujukan lainnya yang disebutkan, hak dan kewajiban DPM ialah melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh HMJ, termasuk Himakom. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh DPM tentu tidak hanya dengan menghadiri acara yang dilakukan oleh HMJ, namun juga dalam bentuk verifikasi atas semua kegiatan.

Verifikasi Memang Dirasa tak Efektif

Sekjen Himakom mencatat bahwa seringkali pertanyaan yang diajukan saat proses konsultasi dan  verifikasi kepanitiaan tidak cukup penting dan justru semakin bertele-tele. “Kehadiran dari DPM ataupun LEM sebenarnya tidak masalah jika mereka hanya untuk melakukan verifikasi konsep sebuah acara agar sesuai dengan visi misi yang ada di UII. Namun yang terjadi malah verifikasi bersama DPM justru menghambat dengan banyaknya pertanyaan yang tidak perlu”. Misalnya pertanyaan mengenai seri kamera yang dipakai untuk dokumentasi acara dan lokasi penyewaanya.

Alkausar mengusulkan perubahan sistematika. Misalnya mengganti istilah “Konsultasi” menjadi “Diskusi”, lalu “Verfikasi” diganti menjadi “Mediasi”.

“Karena konsul dan verifikasi itu kan syarat menghamba dan mengiyakan yang kita konsulkan dan verifikasikan kepada LEM dan DPM FPSB. Serta konstruksi itu sudah kuat di FPSB sendiri. Sistem seperti ini yang menurut saya sendiri merupakan sebuah kesalahan” jelas Alkausar.

Sekjen Himakon, menurut pengakuannya, pun tidak menolak atas bentuk pengawasan yang dilakukan.  Baginya, pengawasan yang paling penting tentu kepada mahasiswa itu sendiri. “Kami tidak menolak untuk dilakukannya pengawasan, hanya memotong sistem pengawasannya,” tambahnya.

“Jadi, nanti itu HMJ yang ada di FPSB tidak perlu seakan menghamba dengan apa yang diputuskan oleh DPM , tapi dapat diselesaikan dengan diskusi. Jatuhnya malah kita udah konsul dan verifikasi yang panjang, lalu ada konsep yang diganti karena hal-hal sepele dengan alasan uang tidak akan diturunkankan oleh DPM. Emang kita butuh banget dana dari mereka?” tambahnya.

Namun demikian, fungsi pengawasan itu sendiri hadir karena adanya dana yang diturunkan dalam proses verifikasi, maka pengawasan dilakukan untuk pendanaan yang telah terjadi.

“Tapi walaupun kita tidak menerima dana yang diberikan karena tidak adanya verifikasi, pun kalau mereka mau mengawasi ya silahkan. Tapi kita tetap tidak akan konsul dan verifikasi.”

Selain itu, Himakom juga tetap menerima dana yang seharusnya diperuntukkan bagi mereka. Dana Triwulan yang disalurkan oleh DPM untuk mereka juga tentu dipergunakan untuk kebutuhan himpunan, beserta dengan laporannya.

“Dana triwulan tentu kita tetap menerima, sayang kalo disimpan aja. Biasanya dana tersebut kita pergunakan untuk kegiatan wisuda dalam bentuk pembelian bunga, karena tidak banyak ya hanya cukup untuk itu.” cerita Alkausar.

Meski menolak sistem verifikasi yang sudah ada, Sekjen Himakom ini tidak ingin dianggap “superior”. Ia berharap agar dari LEM ataupun DPM ke depannya dapat memanajemen timeline kegiatan semua himpunan dan sudah diverifikasi dari awal pelantikan. Sehingga HMJ dapat melaksanakannya tanpa harus ditunda oleh proses verifikasi yang berkepanjangan. “Untuk pengawasan, silahkan dilakukan langsung oleh LEM lalu dilaporkan ke DPM, atau DPM langsung juga tidak masalah”.

Permasalahan yang menurutnya paling krusial ialah ketika ada perubahan waktu dalam timeline yang sudah ditetapkan, sehingga harus ditunda pelaksanaannya sebuah kepanitian. Namun hampir semua hal tersebut terjadi karena proses verifikasi itu sendiri, “Ketika dinamika timeline kegiatan berubah, itu semua muncul karena adanya verif, kan jadinya agak aneh. Berarti memang ada permasalahan kan dalam proses verifikasi ini?” tutup Alkausar.

 

Penulis            : Karel Fahrurrozi

Reporter         : Citra Mediant & Karel Fahrurrozi

Penyunting    : Iqbal Kamal

4 thoughts on “Himakom: Verifikasi & Konsultasi Kepanitiaan Hanya Menghambat Proses Kreatif

  • Desember 6, 2019 pada 7:15 pm
    Permalink

    Sabar-sabar, kenapa gak ngopi baik-baik sih kalen?

    Balas
  • Desember 6, 2019 pada 9:29 pm
    Permalink

    Mungkin agak lucu bacanya, tapi pada kedua pihak DPMF maupun HMJ nya punya kesalahan/kekurangan masing2

    Tp agak kurang relevan apabila yang dibutuhkan evisiensi waktu tapi yang ingin ditiadakan konsul dan verif nya

    Setidaknya yang harus dibenahi disini kedua pihak, DPMF nya harus bisa mengefisiensikan waktu tp tetap menjalankan kewajiban dalam controling, nah dr hmj pun setidaknya harus ada perwakilan tiap tahunnya yang naik menjadi DPMF agar mengurangi miss komunikasi, jadi bisa langsung menjadi “PJ”/pengampu HMJ tersebut (LEBIH EVISIEN KAN?)

    Bahasa simple saya mah, salah sendiri siapa suruh jarang ada yang mau naik jadi DPMF, kalau naik kan bisa membantu melengkapi kekurangan DPMF (buktinya sering mengkritik, brarti tau dong kurangnya apa??), jangan hanya bisa mengkritik dari bawah, tp giliran masuk masa PEMILWA pada hilang WUJUDNYA, 4 tahun saya kuliah yang saya lihat dari FPSB kurang skali minat naik jadi DPMF, silahkan kroscek daftar pencaloban legislatif difpsb tiap tahunnya.(saya rasa beberapa orang dr pers kognisia juga pernah menjadi panitia KPU dan tau bgmn kurangnya minat di FPSB)

    Ini hanya sudut pandang subjektif saya

    Balas
  • Pingback: DPM FPSB Kerja Apa? – LPM Kognisia

  • Pingback: DPM FPSB Kerja Apa? – Persma Jogja

Tinggalkan Balasan ke Ulil Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *