Kiat-Kiat Dalam Membuat Pergelaran Musik
Oleh: Paramitha Maharani
Berakhirnya pandemi Covid-19 menunjukkan kembalinya juga kehidupan yang serba normal. Hal ini membuat segelintir orang berbondong-bondong untuk mencari kegiatan hiburan, demi menebus rasa bosan mereka selama terkurung di rumah dua tahun terakhir. Konser musik pun kembali digelar merespons animo ini. Para pembuat konser di berbagai kalangan seperti diberikan panggung untuk menampilkan karya terbaiknya.
Persepsi penonton perihal konser musik yang digelar pascapandemi menunjukkan adanya ekspektasi yang sangat besar, terlebih kepada para pembuat konser. Seperti ingin memuaskan ekspektasi penonton, para pembuat konser berlomba-lomba menggelar konser musik yang meriah. Namun melihat realita yang ada, naiknya animo gelaran konser musik menimbulkan berbagai polemik, seperti misal banyaknya konser yang berujung gagal.
Maraknya konser musik yang berujung gagal inilah menjadi buah bibir di kalangan pecinta konser musik. Hal ini juga sekaligus menimbulkan persepsi buruk terhadap beberapa oknum yang asal-asalan dalam membuat konser musik. Pasalnya, mereka seperti tidak niat memberikan yang terbaik kepada penonton yang sudah membeli tiket konser musik.
Terlebih lagi, muncul skema gali lubang tutup lubang atau adanya event organizer yang tidak bertanggung jawab. Pihak EO sengaja membuat konser dengan beruntun untuk menutup kerugian konser-konser sebelumnya. Gagalnya konser juga memiliki alasan yang beragam, seperti kurangnya sponsor, tiket tak terjual sepenuhnya, bahkan di beberapa kasus dananya dibawa kabur begitu saja.
Ironisnya ini juga terjadi di banyak kota-kota besar, seperti konser musik Gudfest 2023 di Jakarta yang batal diselenggarakan. Buntut dari proses refund Gudfest 2022 lalu yang tak kunjung selesai, Gudfest 2023 kembali mengulang hal yang sama. Sama halnya, gelaran konser musik Ngalamfest 2023 di Malang batal diselenggarakan. Di Jogja juga silih berganti berita ihwal kegagalan konser, yang paling dekat ada Jogja Koplo Festival 2023.
Konser musik sendiri erat kaitannya dengan acara-acara mahasiswa, baik itu memang bagian dari program kerja suatu organisasi, puncak dies natalis, atau penyambutan mahasiswa baru. Adapun dengan membuat pergelaran musik, harapannya dapat menghasilkan wajah baru, popularitas akan suatu organisasi pun semakin dilihat, dan adanya rasa eksistensi untuk diakui.
Sejalan dengan hal tersebut, seharusnya ajang berlomba-lomba dalam mengadakan konser musik ini dijadikan bukti bahwasanya mahasiswa juga capable dalam merancang konser musik. Tetapi, realita yang seringkali ditemui nampak sebaliknya.
Perihal ini, kami menemui Ketua Pelaksana Manifest 2022 untuk menelisik ihwal dinamika dalam membuat pergelaran musik. Manifest 2022 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Manajemen, FBE, UII sukses menuai banyak pujian.
Menjawab persoalan kiat-kiat dalam membuat konser musik, Ia menyebutkan bahwasanya ia menekankan kepada konsep acara dan komunikasi kerja sama antar tim. Manifest 2022 berhasil digelar di Tebing Breksi dengan mengundang musisi-musisi kondang seperti Reality Club, Coldiac, Impromptu, dan Leak FBE UII.
“Kalau aku boleh bilang, itu tim work. Kita butuh support tim dan tim yang bener-bener proper dan supportif,” ungkap Ketua Pelaksana Manifest 2022 (15/06).
Berangkat dari pernyataan tersebut, kami mengulik lebih dalam perihal pioner kesuksesan dalam membuat konser musik. Kemudian ia menyebutkan profesionalitas dalam bekerja.
“…Mereka bisa profesionalitas dalam bekerja dan terbukti waktu berjalan itu ya satu pusing, dipikirin bareng. Istilahnya ya harus adaptif lah sama nanti di lapangan gimana kondisinya,” sambungnya.
Melihat fenomena banyaknya konser musik yang gagal diselenggarakan, pastinya memunculkan persepsi buruk kepada penonton. Tak jarang dari mereka menjadi lebih berhati-hati dalam membeli tiket konser musik. Menghindari konser musik yang tiba-tiba kandas di tengah jalan, Ketua Pelaksana Manifest 2022 memberikan beberapa tips yang perlu diingat ketika ingin membeli tiket konser musik.
“Satu feeds, kedua timeline penjualan tiket, itu aja sih dua kalo dari sepenglihatanku, sama marketing content lainnya. Mungkin insting juga nggak sih, ini konser bakal jalan nggak ya. Melihat kontennya yang di up berapa hari sekali, momennya kapan, itu sih yang harusnya kebaca,” ungkapnya.
Menyinggung perihal pertiketan, ini yang harus diperhatikan jika ingin membedakan apakah suatu acara akan berjalan dengan semestinya atau tidak. Pasalnya, tiket yang terjual dalam kurun waktu yang lama, akan menimbulkan pertanyaan. Apakah belum memenuhi target pasar atau memang pihak pembuat konser yang tidak bisa menggaet pembeli? Di sinilah peran pengiringan konten, bagaimana caranya mereka menunjukkan adanya nilai dan pengalaman yang ingin mereka jual. Di samping itu, didukung dengan konten yang menarik dan interaksi yang masif kepada pembeli.
Kemudian kami juga menemui Faiz dari Hectic Creative, salah satu event organizer dan promotor yang berbasis di Yogyakarta. Hectic Creative yang malang-melintang di industri konser, berhasil menyajikan berbagai pergelaran konser musik. Konser paling baru ada Buzz Youth Fest 2023 dengan bintang tamu Sheila On 7, berhasil menggaet kurang lebih 15.000 penonton.
Faiz menekankan bahwa selain adanya bintang tamu, pengalaman yang didapatkan setelah menonton konser itu menjadi tolak ukur keberhasilan suatu konser musik.
“…Karena untuk masa-masa sekarang ini khususnya di perkonseran, yang dijual selain guest star itu adalah experience yg didapatkan. Maksudnya, orang setelah datang di konser kamu tuh akan dapat apa. Itu yang menjadi tolak ukur atau fundamental bisa dibilang,” kata Faiz (22/06)
Kendatipun, Faiz sangat menyayangkan perihal konser musik yang gagal dan berdampak ke hal lain. Terlebih ini menyangkut skena event organizer dan promotor. Kerap kali para pembuat konser tidak memikirkan secara matang bagaimana konsep acara yang baik dan benar. Biasanya, mereka hanya sebatas mengumumkan guest star yang sekiranya dapat menarik penonton. Kemudian, apabila tidak terpenuhi targetnya lalu berujung gagal, mereka tinggal minta maaf dan refund tiket.
Pihak sponsor pun tak serta merta memberikan dukungan finansialnya, nilai apa yang ingin dijual kepada pihak sponsor, bagaimana konsep acara secara keseluruhan menjadi hal yang sangat krusial. Banyak persoalan yang harus dibenahi memang, mulai dari konsep acara, apa tujuan yang ingin dicapai, profesionalitas dalam bekerja, bagaimana konten dieksekusi, interaksi kepada penonton, dan pahami sejauh mana kemampuan atau bagaimana kondisi di balik layar.
Perihal masifnya konser musik yang gagal dan berujung refund tiket, sedikit dapat diantisipasi dengan membeli tiket on the spot. Pasalnya, tiket on the spot tersedia apabila persiapan konser sudah matang. Dilihat dari berdirinya panggung, sound system yang sudah settle, dan ada wajah panitianya di area konser. Terakhir, untuk menghindari oknum yang tidak bertanggung jawab, sejatinya dibutuhkan perhatian dari pihak BSN (Badan Standardisasi Nasional) selaku badan yang menanggulangi masalah ini. Sebab, sudah banyak korban yang terkena imbasnya, buntut dari gagalnya berbagai konser musik.
Peyunting: M. Athaya Afnanda & Haidhar F. Wardoyo
Grafis: Zaid Hafizhun Alim