Nilai Indonesia Darurat Kenegarawanan, Civitas Academica UII Gelar Pernyataan Sikap

Oleh: Yasmeen Mumtaz

Rektor Universitas Islam Indonesia, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., bersama civitas academica UII melakukan pernyataan sikap pada Kamis (1/2) mengenai perkembangan politik nasional. Pernyataan sikap ini juga dihadiri oleh pengurus Yayasan Badan Wakaf UII dan alumni. 

Dalam pengantarnya, Prof. Fathul Wahid mengatakan bahwa kepedulian UII terhadap masalah bangsa bukan hari ini saja. Sudah sejak lama UII selalu menyampaikan kepeduliannya untuk merespons perkembangan praktek berbangsa dan bernegara. Pernyataan sikap yang dilakukan oleh UII perlu dipahami sebagai tindakan yang sama sekali tidak partisan. 

“Pendiri UII juga adalah pembesut bangsa Indonesia. Sehingga perlu dipahami bahwa pernyataan sikap ini sama sekali tidak partisan. Ini adalah betul-betul murni seruan moral anak bangsa yang tersadarkan,” tegas Prof. Fathul Wahid.  

Lebih lanjut, Prof. Fathul Wahid mengungkapkan pernyataan sikap ini mengundang secara terbuka seluruh civitas academica UII. Dengan demikian, ini tidak bersifat elitis melainkan atas nama seluruh civitas academica UII.

Universitas Islam Indonesia memandang telah terjadi penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan. Hal ini diperburuk dengan hilangnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden menjadi indikator utama. 

Pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga diduga kuat dimanfaatkan untuk mengarahkan dukungan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. 

Melihat sejumlah fakta di atas, civitas academica UII menyatakan untuk:

  1. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. Presiden harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok.
  2. Menuntut Presiden Joko Widodo beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.
  3. Menyeru Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.
  4. Mendorong calon presiden, calon wakil presiden, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, serta tim kampanye salah satu pasangan calon, untuk mengundurkan diri dari jabatannya, guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara.
  5. Mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat memastikan pemilihan umum berjalan secara jujur, adil, dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.
  6. Meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.

Pernyataan sikap “Indonesia Darurat Kenegarawanan” mendapat tanggapan positif dari warganet. Mereka berharap hal ini dapat menjadi pendorong bagi universitas dan intelektual lainnya untuk turut bersuara, mengingat Indonesia adalah negara yang menjunjung kedaulatan di tangan rakyat. Jika dilakukan secara masif dan beriringan oleh banyak institut pendidikan, pernyataan sikap seperti ini semestinya dapat mewujudkan satu tujuan yang selaras. Selengkapnya, baca pernyataan sikap versi utuh di sini.


Penyunting: Paramitha Maharani & Aufa Niamillah

Grafis: Dhiya Najah Fitria

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *